PALANGKA RAYA – Aktivitas pertambangan rakyat di Kalimantan Tengah (Kalteng) mendapat sorotan serius dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalteng, khususnya Komisi II yang membidangi Perekonomian dan Sumber Daya Alam (SDA).
Wakil Ketua Komisi II DPRD Kalimantan Tengah, Bambang Irawan menyampaikan, perlunya pembentukan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) resmi untuk melegalkan, mengamankan, dan mensejahterakan masyarakat lokal.
“Kita ingin penetapan wilayah khusus sebagai WPR agar kegiatan pertambangan rakyat memiliki kepastian hukum dan standar keselamatan kerja yang tinggi,” ucapnya, Kamis (15/5/2025).
Ia mendorong pemerintah daerah, untuk segera merumuskan regulasi terkait WPR, mengingat DPRD Kalteng tengah menyusun Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang pertambangan mineral bukan logam. Raperda ini diharapkan menjadi payung hukum yang kuat untuk melindungi dan mengembangkan pertambangan rakyat di Kalteng.
Bambang juga mengkritisi penggunaan alat berat dalam aktivitas pertambangan rakyat. Tanpa regulasi yang jelas, praktik ini dikhawatirkan merugikan masyarakat kecil dan merusak lingkungan.
“Penggunaan alat berat harus diatur, jangan sampai penambang bermodal besar mendominasi dan menggeser masyarakat kecil yang hidupnya bergantung pada tambang tradisional,” tegasnya.
Bambang menyoroti kurang optimalnya pelaksanaan regulasi WPR nasional yang dinilai multitafsir dan belum sepenuhnya berpihak pada kepentingan lokal. Raperda yang tengah disusun diharapkan dapat mengisi celah regulasi di tingkat daerah dan memberikan kepastian hukum bagi penambang rakyat.
Selain itu, Bambang mengingatkan pentingnya pengawasan terhadap perusahaan pertambangan besar di Kalteng. Ia mencontohkan kerusakan infrastruktur, seperti jembatan, yang diduga akibat dampak aktivitas pertambangan besar.
“Jangan hanya fokus pada rakyat kecil, perusahaan besar juga harus diawasi. Keselamatan masyarakat sekitar area tambang harus diprioritaskan,” pungkasnya. (rdi/rdo)