Isen MulangKalimantan Tengah

Pemprov Kalteng Desak Pemerintah Pusat Bayar Utang Rp 3 Triliun

44
×

Pemprov Kalteng Desak Pemerintah Pusat Bayar Utang Rp 3 Triliun

Sebarkan artikel ini
Pemprov Kalteng
Kepala BKAD Kalimantan Tengah, Syahfiri. Foto: IST

PALANGKA RAYA – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Tengah (Kalteng) menahan napas. Lebih dari Rp 3 triliun dana yang seharusnya menjadi hak daerah masih tertahan di Pemerintah Pusat (Pempus).

Dana tersebut bukan hibah, bukan bantuan. Itu adalah royalti pertambangan, terutama dari sektor batu bara yang semestinya sudah menjadi bagian dari kas daerah.

Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Kalteng, Syahfiri menyuarakan, kegelisahan itu secara terbuka. Dalam keterangannya, ia menyebut bahwa kondisi ini telah menyebabkan ketidakstabilan fiskal yang serius, bukan hanya di tingkat provinsi, tapi juga di kabupaten dan kota.

“Bayangkan, ini hak daerah. Tapi karena pusat menunda, kita yang di daerah jadi kena imbas. Muara Teweh saja utangnya lebih dari Rp 1 triliun. Provinsi Rp 600 miliar. Belum lagi daerah lain,” ujarnya, belum lama ini.

Menurut Syahfiri, keterlambatan ini bukan hal baru. Situasi serupa pernah terjadi pada 2021 dan 2022, ketika dana kurang bayar baru dicairkan dua tahun kemudian, yakni pada 2023. Akibatnya, grafik keuangan daerah naik turun tak menentu. Tahun ini melonjak, tahun depan bisa anjlok.

“Ini berbahaya untuk perencanaan APBD. Grafiknya jadi tidak sehat. Kita seperti berjudi dengan kepastian yang tidak ada,” keluhnya.

Ia juga menyoroti perbandingan dengan negara-negara tetangga. Brunei Darussalam dan Sarawak, wilayah yang secara geografis jauh lebih kecil dari Kalimantan, disebutnya mampu menyejahterakan rakyatnya dengan baik.

“Kalimantan itu kaya. Tapi lihat Brunei dan Sarawak, yang cuma sepotong kecil dari pulau ini, bisa makmur. Kita justru, seperti pengemis di tanah sendiri,” katanya.

Pemprov Kalteng, menurut Syahfiri, sudah menyurati Pemerintah Pusat untuk menagih pembayaran. Tapi jawaban yang datang hanya janji dan alasan, menunggu Peraturan Menteri Keuangan (PMK), belum tersedia anggaran atau pembayaran baru bisa dilakukan pada 2025 bahkan 2026.

“Lah uangnya ke mana? Ini uang rakyat. Harusnya disisihkan. Bukan ditunda, karena sudah terpakai,” tegasnya.

Kondisi ini dinilai tidak adil bagi kabupaten atau kota di Kalteng yang sangat menggantungkan anggaran dari dana transfer pusat. Banyak program pembangunan yang terhambat, karena keterlambatan ini.

“Jangan salahkan kami di daerah. Kalau uang dari pusat belum turun, bagaimana kami mau salurkan ke kabupaten atau kota? Yang salah itu pusat. Tapi provinsi yang dikritik,” terangnya.

Hingga saat ini, belum ada kejelasan kapan dana tersebut akan cair. Namun Syahfiri menegaskan, bahwa pihaknya tidak akan berhenti menuntut hak daerah.

“PMK-nya ada, dasar hukumnya jelas. Tapi kalau pusat terus berdalih dan menunda, maka rakyatlah yang jadi korban,” tandasnya. (ifa/abe)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *