PALANGKA RAYA – Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) tidak memiliki kewenangan dalam hal pengambilan kebijakan terkait pengelolaan maupun pengambilalihan aset milik daerah.
Penegasan ini disampaikan pihak BKAD Kalteng menyusul adanya surat resmi dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalteng kepada Pemerintah Kota (Pemko) Palangka Raya terkait permintaan penyerahan dua bidang tanah berstatus pinjam pakai.
Surat tersebut tertuang dalam dokumen bernomor 900/490/BKAD/2025 yang dikirimkan oleh BKAD kepada Pemko Palangka Raya. Dalam surat itu disebutkan permintaan pengembalian dua lahan yang saat ini digunakan untuk kepentingan pemerintah kota. Pertama, tanah seluas 140.000 meter persegi yang digunakan sebagai sentral industri dan UMKM di kawasan Temanggung Tilung. Kedua, lahan seluas 100.000 meter persegi yang merupakan lokasi Kantor Wali Kota Palangka Raya di Jalan Tjilik Riwut Km 5,5.
Menanggapi dinamika tersebut, Kepala BKAD Provinsi Kalteng Syahfiri menegaskan, pihaknya hanya menjalankan tugas administratif dan penatausahaan aset daerah. Bukan pengambil kebijakan.
Menurut Syahfiri, keputusan terkait pengelolaan, pengalihan, atau pengembalian aset daerah sepenuhnya merupakan kewenangan kepala daerah. “Sekarang begini, kalau soal kebijakan itu bukan ranah kami. Itu kewenangan pimpinan daerah. Pemegang kekuasaan atas aset daerah itu adalah kepala daerah,” tegasnya.
Syahfiri menjelaskan, dalam struktur pengelolaan barang milik daerah (BMD), sekretaris daerah (sekda) memiliki peran sebagai pejabat pengelola. Sementara BKAD hanya menjalankan fungsi penatausahaan yang berkaitan dengan administrasi kepemilikan. “Kalau pak sekda itu pejabat pengelola barang milik daerah. Kami hanya bertugas dalam urusan penatausahaannya saja,” ungkapnya.
Meskipun masa pinjam pakai untuk kantor wali kota masih berlaku hingga tahun 2027, Syahfiri menyebut bahwa kedua bidang tanah tersebut merupakan satu kesatuan paket. Oleh karena itu, pemberitahuan kepada Pemko Palangka Raya dilakukan lebih awal untuk memastikan proses administrasi berjalan secara tertib dan terencana.
“Kita hanya mengingatkan. Karena dua lokasi ini satu paket dan kita melihat ada tenggang waktu yang harus diperhatikan. Untuk kawasan UMKM, sudah digunakan beberapa tahun terakhir,” jelasnya.
Syahfiri mengungkapkan, persoalan serupa pernah terjadi sebelumnya. Pada tahun 2022, status pinjam pakai atas salah satu aset juga sempat diperpanjang, setelah adanya komunikasi langsung antarpimpinan daerah.
“Dulu pernah juga terjadi hal seperti ini, dan akhirnya diperpanjang. Jadi ini tergantung pada komunikasi antara kepala daerah,” akuinya.
Menurut dia, segala kebijakan strategis terkait perpanjangan, pengalihan, atau pembangunan kembali atas tanah aset milik pemerintah daerah sepenuhnya ditentukan melalui keputusan pimpinan daerah dan bukan oleh lembaga teknis seperti BKAD.
Mengenai kemungkinan akan adanya pembangunan baru di atas dua bidang tanah tersebut setelah dikembalikan, Syahfiri menyatakan pihaknya belum memperoleh informasi detail terkait rencana pemanfaatan selanjutnya. Namun ia memastikan bahwa aset tersebut nantinya akan digunakan untuk kepentingan publik. “Nanti dilihat oleh pemprov. Yang pasti, fungsinya untuk kepentingan publik,” pungkasnya. (ifa/ens)