PALANGKA RAYA – Ketua Komisi II DPRD Kalimantan Tengah, Siti Nafsiah menyampaikan, pihaknya mengapresiasi atas penetapan Kalimantan Tengah sebagai salah satu lokasi prioritas pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN) bidang pangan melalui program Cetak Sawah dan Optimalisasi Lahan Tahun 2025.
Dengan potensi lahan yang luas, Kalimantan Tengah memang secara strategis memiliki peran vital dalam memperkuat ketahanan dan swasembada pangan nasional.
“Kami memandang bahwa keberadaan program ini bukan semata inisiatif sektoral, melainkan bagian dari kepentingan nasional untuk menjamin ketersediaan pangan di tengah ancaman perubahan iklim, ketidakpastian geopolitik, serta tekanan terhadap sistem pertanian global,” ucapnya, Rabu (16/7/2025).
Ia menjelaskan, informasi terakhir dari berbagai sumber bahwa hingga pertengahan Juli 2025, disampaikan bahwa program cetak sawah di Kalimantan Tengah menargetkan luasan sebesar 85.740 hektare, dan dari jumlah tersebut telah dikontrakkan pekerjaan konstruksi pada 67.149 hektare.
Meski demikian, progres fisik di lapangan baru mencapai sekitar 13.456 hektare atau setara dengan 15,7 persen dari luasan kontrak.
“Kami menilai bahwa capaian ini masih jauh dari optimal dan berisiko menurunkan efektivitas program, apabila tidak segera direspons dengan langkah-langkah perbaikan yang cepat dan tepat. Salah satu hambatan utama di lapangan disebutkan adalah belum optimalnya ketersediaan alat berat oleh pihak kontraktor pelaksana,” jelasnya.
Padahal, penyediaan alat berat adalah syarat mutlak dalam pelaksanaan konstruksi cetak sawah. Selain itu, status dan legalitas lahan juga masih menjadi persoalan krusial, terutama menyangkut lahan-lahan yang tumpang tindih dengan kawasan hutan, kebun masyarakat, pemukiman, atau lahan yang berada di bawah penguasaan adat.
“Permasalahan ini menunjukkan bahwa proses Survei, Investigasi, dan Desain (SID) belum sepenuhnya akurat dan partisipatif. Oleh karena itu, kami mendorong agar seluruh proses SID di masa mendatang harus melibatkan pemerintah desa, tokoh adat, dan masyarakat lokal secara langsung, agar tidak menimbulkan konflik horizontal di lapangan,” ungkapnya.
Sebagai bagian dari PSN, program ini harus dijalankan dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, transparan, akuntabel, dan adaptif.
“Kami mengapresiasi langkah Pemerintah dalam memberikan sanksi administratif terhadap penyedia jasa yang tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana telah diatur/disepakati di dalam kontrak, termasuk kemungkinan pemutusan kontrak dan addendum perubahan jadwal kerja,” ujarnya.
Pihaknya juga menyambut baik, dibentuknya tim pengawalan harian lintas lembaga yang telah mulai bekerja sejak awal Juli 2025 di bawah koordinasi Ditjen Lahan dan Irigasi, Kementerian Pertanian. Kehadiran tim ini sangat penting sebagai bentuk komitmen pemerintah pusat dalam memastikan percepatan pelaksanaan PSN di Kalimantan Tengah, dapat dikawal secara teknis dan administratif secara harian, mingguan, dan bulanan.
“Namun demikian, kami ingin menegaskan bahwa keberhasilan program ini tidak cukup hanya diukur dari berapa hektare lahan yang berhasil dicetak, melainkan juga dari seberapa besar lahan tersebut dapat dimanfaatkan secara produktif dan berkelanjutan,” tandasnya.
Oleh karena itu, program ini harus dilanjutkan dengan agenda pasca-cetak sawah yang mencakup penyediaan petani penggarap misalnya melalui penguatan Brigade Pangan, pengembangan Petani Milenial, serta pemberdayaan kelompok tani lokal.
Pemerintah juga harus memastikan ketersediaan sarana produksi pertanian seperti bibit unggul, pupuk bersubsidi, pestisida ramah lingkungan, dan sistem irigasi sederhana yang sesuai dengan karakteristik lahan. Di samping itu, distribusi alat dan mesin pertanian (alsintan) harus dilakukan secara tepat sasaran dan berdasarkan peta kebutuhan aktual di lapangan.
Penambahan jumlah penyuluh pertanian lapangan (PPL), pelatihan teknis pertanian, serta peningkatan kapasitas kelembagaan kelompok tani harus menjadi bagian integral dari rencana lanjutan ini. Dalam konteks itu pula, peran perbankan, BUMD pangan, serta skema kemitraan lokal sangat diperlukan guna menjamin akses pembiayaan, pemasaran hasil, dan kesinambungan rantai pasok.
“Kami juga menyerukan pentingnya penguatan koordinasi antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota dalam pelaksanaan program ini. Setiap daerah yang menjadi lokus kegiatan juga diharapkan untuk menyusun peta jalan pelaksanaan yang terintegrasi dengan Rencana Usaha Tani (RUT), perencanaan tata ruang daerah, dan kebijakan infrastruktur dasar pendukung pertanian,” pungkasnya.
Pihaknya berharap, pelaksanaan Proyek Strategis Nasional ini tidak sekadar menjadi program jangka pendek, tetapi benar-benar menjadi fondasi bagi terwujudnya kemandirian dan ketahanan pangan jangka panjang, baik bagi Kalimantan Tengah maupun Indonesia secara keseluruhan. (rdi/rdo)