Mariati, Pembuat Wadi Khas Dayak Beromzet Rp 19,2 Juta Per Bulan
Di balik aroma khas dan rasa yang menggoda dari makanan fermentasi tradisional Dayak yang disebut wadi, tersimpan kisah inspiratif seorang perempuan muda bernama Mariati. Di usia 29 tahun, wanita yang kerap disapa Maria ini telah membuktikan bahwa ketekunan, kecintaan pada budaya lokal, dan kreativitas dapat mengubah dapur rumah menjadi pusat bisnis yang menjangkau pasar nasional. Bahkan hingga Papua.
SITI NUR MARIFA, Palangka Raya
MARIA lahir di Desa Parit, Kecamatan Cempaga Hulu, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) pada 6 Maret 1996. Dia adalah anak kelima dari pasangan Kusmayadi dan Yerdae. Setelah menetap di Kota Cantik Palangka Raya, dia memulai usaha kecil yang kini berkembang pesat.
Wadi merupakan makanan khas Dayak olahan ikan fermentasi dengan pengawetan alami yang dilumuri garam disimpan pada wadah tertutup. Produk tradisional ini dibuat dengan metode yang diwariskan turun-temurun oleh masyarakat Dayak untuk mengawetkan makanan saat musim paceklik.
Maria menjelaskan, leluhur zaman dulu membuat wadi dengan rasa sangat asin. Hal ini bukan tanpa alasan. Tujuannya agar wadi mampu bertahan lama. Untuk itu, cara pengolahannya harus dicuci terlebih dahulu sebelum diolah. Sementara wadi produksinya yang diberi nama @wadibawinyai_ menciptakan versi wadi zaman sekarang dengan rasa asin yang pas, asem yang pas dan bisa digoreng langsung dengan kriuknya.
Semua itu bermula pada 1 September 2019. Saat itu, Maria mencoba memproduksi wadi secara mandiri di rumahnya. Dia belajar proses pembuatan wadi yang benar. Wadi dibuat dengan merendam ikan dalam campuran garam dan samu beras yang disangrai dan dihaluskan. Proses fermentasi ini berlangsung selama 3 hingga 7 hari, sebelum ikan siap diolah menjadi masakan siap saji, baik digoreng maupun dimasak pedas (ditanak).
Awalnya, Maria hanya memproduksi dalam skala kecil. Dijual ke tetangga dan kerabat. Namun berkat konsistensi rasa dan kualitas produk, pesanan mulai berdatangan. Dia memanfaatkan media sosial untuk memperluas jangkauan pasar. Tak butuh waktu lama hingga wadi produksinya diminati konsumen dari berbagai daerah.
“Saya berjualan sudah 6 tahun lamanya. Meskipun ada pasang surut. Namun saya optimis penjualan akan terus maju. Mengingat ini adalah makanan khas daerah. Tentu banyak peminatnya,” ungkap janda beranak satu itu dengan semangat, Kamis (17/7/2025).
Kini, Maria mampu meraup omzet hingga Rp 19,2 juta per bulan. Angka yang luar biasa bagi usaha rumahan. Produk wadi Maria telah menembus pasar berbagai daerah di Indonesia. Bahkan hingga tanah Papua di ujung timur Indonesia. “Penjualan seluruh Indonesia, sampai ke Papua. Untuk reseller ada di beberapa kabupaten di Kalteng,” ungkapnya.
Keberhasilannya menjalin jaringan reseller lokal memperkuat distribusi dan mempercepat pertumbuhan usahanya. Dia juga terus menjaga kualitas produk dan memberikan variasi pada cita rasa. Saat ini, dia menawarkan dua varian. Yaitu rasa wadi original dan pedas.
Salah satu keunggulan wadi produk Maria adalah fleksibilitas dalam pemilihan jenis ikan, sesuai selera konsumen. Dia memproduksi wadi dari berbagai jenis ikan lokal. Seperti patin, nila, mas, kapar, dan papuyu yang merupakan ikan air tawar khas Kalimantan. “Harga mulai dari Rp 80.000, tergantung pilihan ikannya,” ungkapnya.
Dengan kemasan yang rapi dan kualitas rasa yang otentik, produk wadi Maria menjadi alternatif lauk pauk yang tak hanya lezat. Tapi juga tahan lama. Ini menjadikannya favorit di kalangan perantau yang rindu cita rasa kampung halaman, serta pecinta kuliner nusantara yang ingin mencoba rasa-rasa baru dari wilayah yang jarang terekspos secara nasional.
Lebih dari sekadar usaha, Maria memandang bisnisnya sebagai bentuk pelestarian budaya lokal. Di tengah serbuan makanan cepat saji dan produk olahan pabrikan, wadi buatan tangan seperti yang diproduksi Maria menjadi pengingat akan kearifan lokal masyarakat Dayak yang mampu menciptakan makanan tahan lama tanpa bahan pengawet kimia.
Dia berharap usahanya bisa menjadi inspirasi bagi generasi muda, khususnya perempuan, untuk tidak malu memulai bisnis dari hal yang sederhana dan dari rumah sendiri. “Jangan takut memulai dari kecil. Yang penting konsisten, mau belajar, dan percaya bahwa produk lokal punya nilai tinggi jika kita olah dengan serius,” pesannya. (ifa/ens)