Bendera, Harapan dan Cerita Lama di Lapak Musiman Kota Sampit
Aroma kemerdekaan mulai tercium di udara Kota Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim). Bukan dari parade atau pesta rakyat, melainkan dari geliat pedagang musiman yang sejak pertengahan Juli 2025 telah menyulap tepi jalan menjadi etalase semangat merah putih.
APRI, Sampit
DI sepanjang Jalan S Parman, tepatnya sekitar kawasan Taman Kota Sampit, barisan bendera, umbul-umbul, dan aksesoris bernuansa nasional berjajar rapi. Seolah menggoda siapa saja yang melintas untuk sekadar melirik atau bahkan membeli.
Di antara para penjaja, ada sosok yang tak asing bagi para pelanggan langganan tiap musim Agustusan tiba. Ia adalah Marzuki (55), pria paruh baya yang telah lebih dari 30 tahun mengabdikan dirinya pada semarak kemerdekaan melalui lapak sederhana yang penuh warna.
“Saya mulai buka tanggal 20 Juli kemarin. Kalo barang-barangnya lengkap. Mulai dari bendera buat rumah, kantor, sampai kendaraan. Ada juga umbul-umbul dan backdrop ukuran besar,” kata Marzuki saat ditemui Senin (28/7/2025).
Meski lapaknya sudah ramai hiasan, pembeli belum sepenuhnya berdatangan. Pengalaman bertahun-tahun membuat Marzuki paham bahwa puncak penjualan biasanya baru dimulai awal Agustus, ketika pemerintah mulai mengimbau masyarakat untuk mengibarkan bendera di halaman rumah masing-masing.
“Kalau sudah keluar edaran dari pemerintah, biasanya baru ramai. Antara tanggal 1 sampai 10 Agustus, itu biasanya larisnya luar biasa. Sekarang masih banyak yang nanya-nanya dulu, lihat-lihat harga,” terangnya.
Harga yang ditawarkan bervariasi. Mulai Rp 5.000 untuk bendera kecil, Rp 25.000 untuk bendera standar rumah, hingga Rp 200.000 lebih untuk backdrop besar. Semua hasil jahitan tangan dari perajin yang biasa memasok ke Marzuki setiap tahun.
Meski usaha ini hanya berlangsung selama beberapa minggu dalam setahun, bagi Marzuki, momen ini lebih dari sekadar berdagang. Ini tentang mempertahankan tradisi, menyambung napas perjuangan, dan menghadirkan warna kemerdekaan ke sudut-sudut kota.
“Dari muda saya sudah begini. Dulu keliling naik sepeda, sekarang ya alhamdulillah bisa tetap bertahan.
Kadang ada barang sisa tahun lalu, tetap saya jual. Yang penting semangatnya tetap ada,” ujarnya.
Marzuki berharap, semarak kemerdekaan tahun ini bisa kembali menggema seperti dulu. Di tengah rutinitas kota yang kian padat dan perubahan zaman yang cepat, ia percaya satu hal: bendera merah putih tak pernah kehilangan makna.
“Kalau saya bisa buat orang lain ingat bahwa 17 Agustus itu hari penting, lewat bendera yang mereka beli, itu sudah cukup. Tahun ini, semoga lebih meriah. Biar anak-anak juga tahu, merdeka itu dirayakan, bukan cuma dilihat di TV,” tutupnya penuh harap. (pri/ens)