PALANGKA RAYA – Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) mencatat peningkatan signifikan jumlah titik panas (hotspot) selama Juli 2025. Data terbaru dari Sistem Pemantauan Karhutla alias SIPONGI, jumlah hotspot di wilayah ini telah mencapai 1.326 titik, atau sekitar 2,09 persen dari total nasional yang mencapai 63.559 hotspot.
Meski mencatat kenaikan jumlah hostspot, Pemerintah Provinsi Kalteng belum menaikkan status siaga kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Gubernur Agustiar Sabran menyampaikan, saat ini kondisi provinsi dinilai masih relatif aman jika dibandingkan wilayah lain di Indonesia. “Alhamdulillah sampai sekarang Kalteng yang paling aman. Padahal pulau yang terluas di Indonesia. Tapi paling minim. Malah Sumatera Utara yang terbesar (kenaikan status karhutla). Malah tetangga kita yang kecil. Kalimantan Timur juga (naik status karhutla),” kata gubernur saat sharing dan diskusi bersama awak media di Istana Isen Mulang (IIM), Kamis (31/7/2025).
Keputusan untuk belum menaikkan status siaga karhutla juga mempertimbangkan aspek anggaran dan prosedur administratif yang ketat. Ia menyebutkan bahwa penetapan status siaga akan berdampak langsung pada struktur penggunaan anggaran yang bisa memicu temuan jika tidak disesuaikan secara tepat.
“Kalau kita menetapkan (status siaga), juga berbahaya. Ini menyangkut anggaran. Turun anggaran, tidak sama dengan di bawah. Nanti jadi temuan. Kalau bisa stand by dulu,” jelasnya.
Langkah antisipatif tetap dilakukan meski belum menaikkan status.
Gubernur menegaskan, upaya antisipatif terus dilakukan Pemprov Kalteng dan seluruh pemangku kepentingan terkait. Sejumlah apel siaga, sosialisasi, hingga patroli rutin telah dilakukan untuk mengendalikan potensi kebakaran.
“Untuk antisipasi, kami sudah lakukan. Sudah apel besar. Seremoni-seremoni kami sudah lakukan. Untuk antisipasi di lapangan pun kami lakukan juga,” tegasnya.
Namun demikian, gubernur mengakui bahwa beberapa upaya teknis seperti patroli udara menggunakan helikopter belum dapat dilakukan secara maksimal karena terbentur aturan penggunaan yang mensyaratkan penetapan status siaga terlebih dahulu. “Untuk helikopter tidak berkeliling, karena harus ada status dulu,” tandasnya. (ifa/ens)