SAMPIT – Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) mengambil sikap tegas terhadap praktik pungutan liar (pungli) yang meresahkan pedagang di Pasar Keramat Sampit. Seluruh pungutan di luar retribusi resmi dinyatakan tidak sah dan tidak memiliki dasar hukum.
“Retribusi resmi hanya Rp 2.000 per hari atau Rp 60.000 per bulan. Selain itu, tidak ada biaya tambahan yvang kami izinkan. Kalau ada penarikan di luar itu, jelas itu bukan dari kami dan bisa masuk kategori pungli,” kata Plt Kepala Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kotim Johny Tangkere, Selasa (5/8/2025).
Pernyataan ini muncul setelah sejumlah pedagang mengeluhkan beban biaya tambahan yang ditarik pihak tertentu. Mulai pungutan untuk kebersihan, keamanan, air, hingga listrik yang bahkan bisa mencapai Rp 250.000 per bulan.
Johny menyampaikan keprihatinannya atas laporan tersebut dan mendorong pedagang untuk tidak takut melapor jika merasa dirugikan. Ia memastikan pihaknya akan mendukung setiap upaya penegakan hukum terhadap praktik-praktik menyimpang di lingkungan pasar.
“Kalau merasa terbebani dan itu di luar ketentuan, laporkan saja. Kami akan mendukung penuh. Kalau memang terbukti pungli, biarkan aparat kepolisian yang memproses,” ujarnya.
Tak hanya pungutan liar, Johny juga menyoroti adanya oknum yang menyewakan lapak milik pemerintah daerah kepada pihak lain. Praktik ini dinilai menyalahi aturan dan merugikan masyarakat.
“Lapak yang berdiri di atas tanah milik pemda adalah fasilitas publik. Tidak boleh ada perorangan yang menyewakan atau mengambil keuntungan dari situ. Jika ditemukan, akan kami evaluasi dan tertibkan,” tegasnya.
Menurut dia, pihaknya akan meninjau menyeluruh pengelolaan internal pasar, termasuk potensi penyalahgunaan wewenang oleh oknum pengelola atau pedagang lama.
“Banyak lapak kosong yang bisa langsung dimanfaatkan tanpa perlu melalui perantara atau membayar lebih. Ini yang sedang kami benahi agar akses lebih adil dan transparan bagi semua pedagang,” tandasnya. (pri/ens)