PALANGKA RAYA – Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng), Leonard S. Ampung, secara resmi membuka Rapat Koordinasi Penyelenggaraan Reforma Agraria Provinsi Kalteng Tahun 2025, Senin (4/8/25).
Kegiatan ini mengusung tema “Percepatan Reforma Agraria Melalui Penyelarasan Program Gugus Tugas Reforma Agraria dan Pemerintah Daerah untuk Mewujudkan Ketahanan Pangan yang Berpihak pada Masyarakat di Provinsi Kalteng”.
Rapat ini dihadiri oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kalteng, Fitriya Hasibuan serta diikuti secara daring oleh Plt. Dirjen Penataan Agraria, Embun Sari.
Peserta terdiri dari, Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) dari seluruh kabupaten atau kota di Kalteng serta perwakilan perangkat daerah lingkup Pemprov Kalteng.
Dalam sambutannya, Fitriya Hasibuan menekankan, pentingnya koordinasi dan sinergi lintas sektor demi kelancaran pelaksanaan dua pilar utama reforma agraria legalisasi aset dan penataan akses.
“Sejak 2019 hingga 2025, pelaksanaan reforma agraria di Kalteng telah mencakup ribuan desa, termasuk sekitar 1.000 desa yang berada di dalam kawasan hutan sebagai target legalisasi aset,” jelasnya.
Ia menambahkan, keberhasilan reforma agraria sangat ditentukan oleh kerja sama antara BPN, pemerintah daerah, kepolisian dan kejaksaan, yang disebutnya sebagai “empat pilar utama” dalam menyukseskan agenda nasional ini.
Plt Dirjen Penataan Agraria, Embun Sari, dalam sambutannya secara daring, menyampaikan bahwa reforma agraria merupakan bagian dari pelaksanaan Asta Cita ke-2 dan ke-6, yakni menciptakan kesejahteraan yang merata dan membangun dari pinggiran.
“Reforma Agraria bukan sekadar redistribusi tanah, tetapi penanaman benih kesejahteraan bagi generasi mendatang,” ujarnya.
Leonard S. Ampung menyebutkan, bahwa konflik agraria masih menjadi isu krusial di provinsi ini.
Ia menegaskan, bahwa Reforma Agraria merupakan bagian dari Program Strategis Nasional (PSN) yang bertujuan menyelesaikan masalah kemiskinan desa melalui optimalisasi produktivitas lahan.
Namun demikian, realisasi program masih menghadapi kendala. Dari target 85.000 hektare cetak sawah dan optimalisasi lahan (Oplah), baru 17.000 hektare yang terealisasi dan hanya 1.000 hektare yang produktif. Hal ini disebabkan oleh status lahan yang belum clean and clear.
Ia juga menyoroti pentingnya pembangunan dari desa, termasuk optimalisasi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Saat ini, kemampuan fiskal Kalteng masih terbatas, karena bergantung pada Dana Bagi Hasil (DBH) dari pemerintah pusat.
“Provinsi Kalteng memiliki kemampuan fiskal yang relatif rendah, karena masih bergantung pada DBH,” ungkap Leonard.
Leonard menegaskan, bahwa digitalisasi surat tanah merupakan kebutuhan mendesak untuk menjawab tantangan zaman dan meningkatkan efektivitas pelayanan pertanahan.
Pada akhir kegiatan, dilakukan penyerahan penghargaan dari Kementerian ATR/BPN kepada sejumlah pihak yang telah berkontribusi dalam pelaksanaan reforma agraria di Kalteng.
Leonard S. Ampung menyerahkan langsung penghargaan tersebut sebagai bentuk apresiasi atas komitmen dan sinergi dalam mewujudkan reforma agraria yang inklusif dan berkeadilan. (ifa/abe)