PALANGKA RAYA – Program transmigrasi di Indonesia telah mengalami transformasi besar. Tidak lagi identik dengan pemindahan penduduk antar provinsi seperti pada masa lalu, kini transmigrasi difokuskan pada pembangunan kawasan dan pemberdayaan masyarakat lokal.
Hal ini ditegaskan Direktur Jenderal Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Transmigrasi, Sigit Mustofa Nurudin, yang menyatakan, bahwa pendekatan transmigrasi saat ini lebih strategis dan terintegrasi.
“Transmigrasi hari ini adalah transformasi pembangunan berbasis wilayah. Fokus kita adalah memberdayakan masyarakat lokal agar lebih sejahtera,” ujar Sigit dilansir dari Kementerian Transmigrasi Republik Indonesia, Rabu (6/8/25).
Kementerian Transmigrasi menekankan bahwa arah pembangunan transmigrasi tidak lagi top-down seperti masa lalu. Kini, pendekatan bersifat bottom-up, di mana pemerintah daerah menjadi inisiator utama dan pemerintah pusat hanya bertindak sebagai fasilitator dan penyedia anggaran sesuai kebutuhan daerah.
Contohnya terlihat di Kabupaten Sukamara, Kalteng, di mana lokasi transmigrasi di Sungai Baru dan Pulau Nibung dibuka atas inisiatif pemerintah daerah untuk mendukung program cetak sawah bersama Kementerian Pertanian. Namun, seluruh peserta transmigrasi merupakan warga lokal Kalteng.
“Bulan November dan Desember akan ditempatkan transmigran lokal. Ini bagian dari program pemberdayaan masyarakat setempat,” jelas Sigit.
Transformasi kebijakan ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 yang mengarahkan pembangunan transmigrasi berbasis kawasan. Artinya, fokus bukan lagi pada kuantitas penduduk yang dipindahkan, melainkan pada kualitas pembangunan kawasan dan kesejahteraan masyarakat.
Dirjen Sigit mengakui bahwa masih banyak masyarakat yang salah kaprah mengenai program transmigrasi karena stigma masa lalu. Ia berharap semua pihak dapat memahami bahwa saat ini transmigrasi bukan lagi soal memindahkan orang, melainkan strategi membangun kawasan terpadu berbasis potensi lokal.
“Informasi yang beredar sering kali masih bercampur dengan persepsi lama. Padahal pendekatannya sekarang sangat berbeda,” jelasnya.
Gubernur Kalteng, Agustiar Sabran menyambut baik pendekatan baru tersebut. Ia menegaskan, bahwa kebijakan ini sejalan dengan visi pemerintah provinsi dalam menjadikan masyarakat lokal sebagai aktor utama pembangunan di tanah mereka sendiri.
“Saya selalu bilang, masyarakat Kalteng harus jadi tuan rumah di tanahnya sendiri. Kalau program itu untuk masyarakat lokal, kita dukung,” kata Agustiar, Jumat (8/8/2025).
Agustiar juga menyebut, bahwa transmigrasi sebagai bagian dari pembangunan nasional tetap penting, namun harus disesuaikan dengan kebutuhan dan konteks lokal.
“Kita ini NKRI. Tapi saya tegaskan, hingga kini belum ada program transmigrasi antarprovinsi seperti zaman dulu. Yang berjalan saat ini adalah program pemberdayaan untuk warga lokal,” tutupnya. (ifa/abe)