Feature

Naik Perahu Menantang Gelombang, Nyaris Terbalik di Laut

84
×

Naik Perahu Menantang Gelombang, Nyaris Terbalik di Laut

Sebarkan artikel ini
ANBK: Para siswa SMAN 5 Kahayan Kuala, Kabupaten Pulang Pisau saat Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK), Senin (4/8/2025) lalu. FOTO HUMAS UNTUK PE

Kisah SMAN 5 Kahayan Kuala Mengikuti ANBK Sebelum Dapat Bantuan Gubernur

Di salah satu sudut sunyi pesisir berbatasan langsung dengan Laut Jawa, berdirilah sebuah sekolah yang selama ini berjuang dalam senyap. Yaitu SMA Negeri 5 Kahayan Kuala. Sekolah itu tak pernah menjadi sorotan, tapi kisahnya adalah potret nyata tentang keteguhan hati di tengah keterbatasan.

SITI NUR MARIFA, Palangka Raya

BERTAHUN-tahun lamanya, untuk bisa mengikuti Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK), para siswa SMAN 5 Kahayan Kuala di Kecamatan Kahayan Kuala, Kabupaten Pulang Pisau, harus menyusuri lautan. Bukan sekadar perjalanan biasa, mereka menaiki perahu kayu, menantang gelombang besar yang bisa saja menenggelamkan harapan.

“Kami pernah hampir terbalik di tengah laut. Anak-anak menangis, guru-guru berdoa. Tapi tak ada pilihan lain,” kenang Rustam Sitompul, kepala SMAN 5 Kahayan Kuala, matanya memerah menahan emosi, Senin (4/8/2025).

Namun tahun ini, 2025, segalanya berubah. Sebuah keajaiban kecil datang dari langit, bukan metafora, melainkan bantuan nyata, panel surya dan jaringan internet Starlink.

Teknologi yang selama ini hanya terdengar di kota-kota besar, kini menjangkau tepi lautan. “Dulu kami sekolah tanpa listrik, tanpa sinyal. Sekarang kami bisa melaksanakan ANBK sendiri, di sekolah kami sendiri,” ungkap Rustam, suaranya lirih namun sarat rasa syukur.

Bantuan itu datang dari Gubernur Kalimantan Tengah Agustiar Sabran melalui Dinas Pendidikan yang dipimpin Plt Kadisdik Kalteng Muhammad Reza Prabowo.

Bagi orang kota, mungkin ini hal biasa. Tapi bagi siswa-siswi SMAN 5 Kahayan Kuala, ini adalah peristiwa luar biasa.

Tak ada lagi pagi buta berangkat naik perahu. Tak ada lagi ketakutan akan badai laut. Yang tersisa kini adalah semangat belajar dan keyakinan bahwa mereka juga pantas mendapatkan kesempatan yang sama.

Di ruang kelas sederhana, dengan dinding yang mulai usang, kini terpasang panel surya di atapnya. Cahaya matahari yang dulu hanya menerangi ladang kini menghidupkan laptop-laptop ujian.

Starlink, satelit kecil di angkasa, kini menjadi jembatan antara anak-anak pesisir dan dunia luar. “Anak-anak kami bisa bermimpi lebih tinggi sekarang. Mereka tahu bahwa meski berada jauh dari kota, mereka tetap bisa bersaing,” ujar Rustam, menatap para siswanya yang tengah belajar, kini tanpa takut esok harus naik perahu lagi.

Para guru pun merasakan kelegaan yang tak terucap. “Biasanya kami harus ikut mengawal anak-anak ke sekolah lain, bermalam, habiskan biaya pribadi. Sekarang semua bisa di sini. Ini lebih dari bantuan, ini adalah penyelamat,” ucap salah satu guru dengan mata berkaca.

Kini, SMAN 5 Kahayan Kuala bukan lagi sekolah yang terpinggirkan. Ia adalah simbol perjuangan, harapan, dan bukti bahwa perhatian yang tulus dari pemimpin bisa menyalakan terang di tempat paling gelap sekali pun. “Saya hanya ingin anak-anak di sini tidak merasa ditinggalkan,” harap Rustam. (ifa/ens)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *