PALANGKA RAYA – Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah (Pemprov Kalteng) turut hadir dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Penyelenggaraan Pemerintah Daerah yang diselenggarakan secara virtual di Ruang Kerja Gubernur, Senin (17/3).
Rakor tersebut dihadiri oleh berbagai instansi dan pihak terkait serta menjadi momen penting untuk penandatanganan nota kesepahaman terkait sinergi tugas dan fungsi berbagai sektor, termasuk Bidang Agraria/Pertanahan, Tata Ruang, Pemerintahan Dalam Negeri, Kehutanan, Transmigrasi dan Informasi Geospasial.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Republik Indonesia, Tito Karnavian, dalam sambutannya mengungkapkan, bahwa penandatanganan nota kesepahaman ini memiliki peranan yang sangat penting bagi keberlanjutan dan kelancaran penyelenggaraan tata kelola ruang di seluruh wilayah Indonesia, termasuk Kalteng.
Menurut Tito, kesepakatan tersebut juga menjadi langkah konkret untuk menciptakan kepastian hukum mengenai masalah Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang sangat penting untuk pembangunan daerah.
“Kita harapkan, agar RTRW dan RDTR semua daerah dapat segera diselesaikan. Dengan adanya kepastian tersebut, kita bisa memetakan ruang dengan lebih jelas dan terstruktur, sehingga berbagai perencanaan pembangunan dapat berjalan dengan baik,” ujar Tito.
Tito menegaskan bahwa RTRW dan RDTR merupakan instrumen yang sangat vital dalam mengatur berbagai aspek terkait penggunaan ruang, seperti ruang hijau, ruang pemukiman, ruang komersial, hingga ruang transmigrasi.
Tanpa adanya perencanaan ruang yang jelas melalui RTRW dan RDTR, lanjutnya, akan muncul ketidakpastian yang berpotensi mengganggu dunia usaha serta program-program pemerintah yang berkaitan dengan penggunaan lahan.
Oleh karena itu, Tito mengusulkan agar semua izin terkait penggunaan ruang dapat dilakukan secara online untuk mempermudah proses administrasi dan mempercepat implementasi kebijakan.
Lebih lanjut, Wagub menjelaskan, bahwa penandatanganan nota kesepahaman ini merupakan langkah strategis untuk menciptakan jaminan kepastian hukum bagi semua pihak terkait, terutama dalam hal peruntukan dan pengelolaan lahan di berbagai sektor.
Penandatanganan ini juga bertujuan untuk memastikan bahwa masalah-masalah terkait penggunaan lahan, seperti lahan transmigrasi, dapat diselesaikan dengan lebih terstruktur dan terhindar dari potensi sengketa di masa depan.
“Misalnya, jika lahan yang akan digunakan untuk transmigrasi, kita harus memastikan, bahwa status lahan tersebut sudah clear and clean. Hal ini sangat penting agar tidak ada masalah dikemudian hari. Untuk itu lah diperlukan penerapan kebijakan one map policy yang akan memastikan peta lahan dan penggunaannya sudah sesuai dan dapat dipertanggungjawabkan,” tutup Edy. (ifa/abe)