PEMBENTUKAN otonomi Provinsi Kalimantan Tengah tidak terlepas dari perjuangan Mayor Tjilik Riwut. Dia adalah salah seorang yang sangat berjasa bagi masuknya Pulau Kalimantan ke pangkuan Republik Indonesia.
Sosok Tjilik Riwut terkenal sebagai pemimpin yang arif dan bijaksana serta disegani sekaligus dicintai rakyat. Beliau menguasai tiga kekuatan, yaitu kaum cendekiawan, adat dan kaum agama.
“Ketika didukung oleh penguasa, maka ini menjadi sebuah kekuatan besar. Di dalam diri Tjilik Riwut terdapat ketiga nilai tadi, sehingga beliau menjadi pemimpin yang kharismatik dan dikenang oleh masyarakat Dayak,” kata Budayawan Kalteng Rahman Sidik Usop kepada Palangka Ekspres.
Di depan Presiden RI yang pertama Soekarno, putra Dayak kelahiran Kasongan, Kabupaten Katingan pada tanggal 2 Februari 1918 itu, bersumpah setia kepada Pemerintah RI secara adat di Gedung Agung Yogyakarta pada 17 Desember 1946.
Tjilik Riwut juga menjadi salah satu putra Dayak dari Suku Dayak Ngaju yang menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Kapasitas Tjilik Riwut sebagai prajurit TNI yang berkedudukan di Yogyakarta turut serta menyuarakan aspirasi masyarakat Dayak untuk memisahkan diri dari Provinsi Kalimantan Selatan.
Tjilik Riwut memiliki pemikiran tajam dan kerekatannya dengan berbagai Suku Dayak di berbagai pelosok Kalimantan. Ia menyatukan persepsi rakyat yang sudah bosan hidup di alam penjajahan, sehingga bersama-sama dapat menggalang persatuan dan kesatuan.
Gaya kepemimpinan inklusif dengan melibatkan semua orang dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan tugas, memicu semangat rakyatnya. Sehingga semua orang merasa dihargai dan memiliki peran atas pengembangan Kalteng.
Banyak pemikiran Tjilik Riwut untuk memajukan bangsanya. Salah satu pemikirannya yang sangat relevan saat ini terkait pembanguanan berkelanjutan.
Pahlawan Nasional dari Kalteng itu sangat mengedapankan persatuan antarsuku dan agama serta pelestarian budaya lokal. Ia juga seorang yang peduli dengan alam dan hutan serta perjuangan untuk mengangkat derajat Suku Dayak.
Tjilik Riwut juga dikenal karena semangatnya dalam memperjuangkan keutuhan NKRI dan nasionalisme. Bahkan ia mewakili 142 komunitas Suku Dayak untuk mendukung Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Tjilik Riwut yang pernah menjabat Gubernur Kalteng adalah orang pertama kali mengusulkan pemindahan Ibu Kota Negara dari Jakarta ke Palangka Raya. Alasanya karena letak Kalteng yang sangat strategis dan alamnya masih luas.
Kini Tjilik Riwut sudah tenang di alam baka. Sementara figur pemimpin di provinsi berjuluk “Bumi Pancasila” ini terus berganti. Sejumlah wilayah juga mengalami pemekaran. Yang awalnya tiga wilayah, kini telah 13 kabupaten dan 1 kota.
Sekarang harapan masyarakat Kalteng tertuju pada sosok Agustiar Sabran, Gubernur Kalteng yang baru menjabat tahun ini hingga 2029.
Pada momen peringatan HUT ke-68 Provinsi Kalteng tahun 2025, dapat menghadirkan perubahan yang positif dari tahun-tahun sebelumnya.
Kakak dari mantan Gubernur Kalteng Sugianto Sabran ini, menekankan perlunya evaluasi terhadap hal-hal yang masih kurang, agar dapat diperbaiki demi kemajuan bersama.
Mengingat Kalteng memiliki kekayaan, baik dari sumber daya alam (SDM), budaya dan kearifan lokal dan sebagainya yang sangat melimpah. Potensi ini harus dimanfaatkan dan dilestarikan secara optimal.
Seperti halnya visi dan misi Gubernur Agustiar Sabran bersama Wakil Gubernur Edy Pratowo, yang berkomitmen mengangkat harkat dan martabat masyarat Dayak khususnya dan masyarakat Kalimantan Tengah pada umumnya, dengan spirit kearifan lokal dalam bingkai NKRI.
Misi Agustiar Sabran dan Edy Pratowo dalam perode ini ingin mengoptimalisasi pendapatan asli daerah, peningkatan pendidikan menuju sumber daya manusia yang beretika dan berakhlak, pelayanan kesehatan yang prima, pembangunan infrastruktur yang berkeadilan, dan kearifan lokal. (ter/ens)