Kalimantan Tengah

Kamis Berbahasa Daerah Jadi Simbol Pelestarian

53
×

Kamis Berbahasa Daerah Jadi Simbol Pelestarian

Sebarkan artikel ini
Kamis Berbahasa
Plt Kadisdik Provinsi Kalteng, Muhammad Reza Prabowo, diwawancarai awak media usai meninjau beberapa ruang kelas di SMA Negeri 1 Kuala Kurun, Sabtu (21/6/2025). Foto: IST

PALANGKA RAYA – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Tengah (Kalteng) terus menunjukkan komitmen serius dalam membangun sektor pendidikan yang tidak hanya berorientasi pada prestasi akademik, tetapi juga menanamkan nilai karakter kuat dan kecintaan terhadap budaya daerah.

Hal itu ditegaskan oleh Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Provinsi Kalteng, Muhammad Reza Prabowo, saat meninjau kondisi ruang kelas di SMA Negeri 1 Kuala Kurun, Kabupaten Gunung Mas, Sabtu (21/6/2025).

Dalam kesempatan wawancara dengan awak media usai kunjungan tersebut, Reza menyampaikan, bahwa Gubernur Kalteng memiliki visi besar terhadap kemajuan pendidikan yang seimbang antara kecerdasan intelektual dan pembentukan kepribadian peserta didik.

“Pak Gubernur sangat konsisten dan fokus di dunia pendidikan. Beliau ingin anak-anak kita bukan hanya pintar secara akademik, tetapi juga memiliki karakter, mindset yang baik serta attitude yang terpuji. Ini semua harus sejalan dengan upaya pelestarian budaya lokal,” ujar Reza.

Salah satu bentuk konkret dari upaya pelestarian budaya di lingkungan pendidikan adalah program Kamis Berbahasa Daerah yang kini telah diterapkan di seluruh satuan pendidikan di Kalteng.

Program ini mendorong siswa, guru, dan tenaga kependidikan untuk menggunakan bahasa daerah masing-masing setiap hari Kamis. Tak hanya itu, mereka juga dianjurkan mengenakan atribut khas Suku Dayak seperti lawung (ikat kepala laki-laki) atau sumping (hiasan kepala perempuan) sebagai bentuk kebanggaan terhadap identitas lokal.

“Setiap Kamis, semua sekolah diinstruksikan untuk menggunakan bahasa daerah masing – masing. Misalnya di Barito menggunakan bahasa Dayak Bakumpai atau Manyan, di wilayah Barat disesuaikan dengan bahasa setempat. Ini adalah upaya nyata menjaga Belum Bahadat,” jelas Reza.

Meski program ini disambut positif oleh banyak pihak, Reza tidak menampik adanya tantangan di lapangan. Salah satunya adalah keterbatasan kemampuan berbahasa daerah dari para tenaga pengajar yang berasal dari luar Kalteng. Namun, ia menegaskan bahwa Dinas Pendidikan terus melakukan evaluasi dan edukasi agar program berjalan secara optimal.

“Kita tahu, mengubah pola pendidikan itu tidak bisa sebulan atau setahun. Butuh konsistensi dan kontinuitas. Kami optimis, seiring berjalan waktu, pendidikan Kalteng semakin maju tanpa meninggalkan akar budaya,” terangnya.

Kunjungan Reza ke SMA Negeri 1 Kuala Kurun juga menjadi bagian dari evaluasi terhadap kondisi infrastruktur dan sarana pendidikan di wilayah pedalaman Kalteng. Ia memastikan bahwa pemerataan fasilitas pendidikan tetap menjadi prioritas utama, khususnya bagi sekolah-sekolah yang berada di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan dan Terluar).

“Pendidikan tidak boleh hanya maju di kota. Anak-anak di pelosok juga harus mendapatkan hak yang sama, baik dari sisi fasilitas maupun kualitas pembelajaran,” pungkasnya. (ifa/abe)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *