Pendidikan

Tiga Pemicu Angka Putus Sekolah

48
×

Tiga Pemicu Angka Putus Sekolah

Sebarkan artikel ini
FOTO : NET

JAKARTA – Angka putus sekolah (APS) masih menjadi tantangan di bidang pendidikan saat ini. Angkanya bahkan mencapai ribuan.

Berdasarkan data Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) ada jutaan anak Indonesia tidak bersekolah. Angka terbesar berada di usia 16 sampai 18 tahun. Dari data data pokok pendidikan (Dapodik) 2024-2025 mencatat, APS jenjang SMK jadi salah satu terbanyak. Setidaknya, ada 9.391 siswa atau 0,19 persen siswa yang tidak melanjutkan pendidikannya usia SMK.

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti mengungkapkan, ada sejumlah faktor yang menyebabkan anak berhenti sekolah. Pertama, karena masalah ekonomi. Kedua, tidak tersedianya sarana dan prasarana yang memungkinkan mereka untuk belajar. Lalu ketiga, perkawinan anak.

“Tantangan pernikahan dini di negara kita ini masih sangat tinggi. Sebagian karena alasan budaya, sebagian karena alasan pemahaman,” ujar Abdul Mu’ti dalam acara Gerakan 1.000 APS SMK Berdaya Lewat Program Pendidikan Kecakapan Kerja (PKK) dan Pendidikan Kecakapan Wirausaha (PKW) di Jakarta, Senin (30/6).

Selain ketiga alasan tersebut, tak dipungkiri bahwa masih ada pula pandangan masyarakat yang menomorduakan pendidikan. Mereka menganggap pendidikan tak lagi relevan, karena bisa mendapatkan penghasilan tanpa pendidikan tinggi.

“Mereka bekerja di sektor-sektor non-formal di pertambangan. Mereka bisa mendapatkan per hari itu antara Rp 300 ribu sampai Rp 350 ribu,” ungkapnya.

Abdul Mu’ti mengakui pola pikir ini turut jadi tantangan tersendiri untuk mengurangi APS di Indonesia.

Di sisi lain, masalah kian bertambah ketika APS justru tak memiliki keterampilan. Mereka rentan terhadap pengangguran dan kemiskinan.

Oleh karena itu, pihaknya menginisiasi program PKK dan PKW. Dengan menggandeng pemerintah daerah dan lembaga kursus dan pelatihan (LKP), Kemendikdasmen membantu memberikan keterampilan kerja dan berwirausaha bagi APS SMK.

“Langkah ini menjadi komitmen kami untuk mengaktifkan kembali pendidikan nonformal. Karena saat ini, yang dituntut adalah kompetensi keahlian tidak hanya ijazah,” tuturnya.

Dia meyakini program ini sekaligus menjadi cara solutif untuk mengurangi angka pengangguran dan jumlah anak putus sekolah, khususnya dari SMK. Sebab, anak-anak akan memiliki keterampilan yang dibutuhkan dunia usaha. Dengan begitu, mereka bisa terserap di dunia kerja.

Wakil Ketua Komisi X DPR  Lalu Hadrian Irfani mengapresiasi inisiatif pemerintah ini. Dalam sambutannya, Hadrian menekankan, bahwa kementerian memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan kompetensi masyarakat. Selain itu, industri juga harus berperan dalam membantu pelaksanaan program.

“Gerakan ini menjawab tantangan pengangguran dan menggerakan ekonomi lokal di daerah masing-masing. Oleh karena itu, hal ini menjadi prioritas dalam revitalisasi terutama link and match bersama industri dalam keberhasilan program,” ungkapnya.

sumber : jawa.pos

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *