Turki mendidih. Sebuah kartun di majalah satire ternama LeMan memicu gelombang kemarahan nasional setelah dianggap menggambarkan Nabi Muhammad, figur suci yang pantang divisualisasikan dalam ajaran Islam.
Empat staf redaksi langsung ditangkap. Massa mengamuk. Polisi antihuru-hara turun tangan.
Menteri Dalam Negeri Turki, Ali Yerlikaya, mengecam keras gambar tersebut sebagai “tindakan tak tahu malu”, dan membagikan video penangkapan empat orang dari pihak LeMan, termasuk pemimpin redaksi, kartunis, dan direktur lembaga.
Kemarahan publik pun meledak. Ribuan orang turun ke jalan di Istanbul pada Senin, mengepung kantor LeMan sambil meneriakkan slogan balas dendam: “Gigi dibalas gigi, darah dibalas darah!”.
Polisi membalas dengan peluru karet dan gas air mata untuk membubarkan demonstrasi yang semakin panas.
Mengutip BBC, Kementerian Kehakiman Turki juga telah membuka penyelidikan atas dugaan penghinaan terhadap nilai-nilai agama di ruang publik ini dengan ancaman hukum yang tidak main-main.
“Karikatur ini bukan hanya melukai nilai keimanan, tapi juga mengancam perdamaian masyarakat,” tulis Menteri Kehakiman Yilmaz Tunç.
Kartun yang dimaksud menggambarkan dua sosok bersayap di langit kota yang sedang dilanda perang. Salah satunya mengatakan, “Assalamu’alaikum, saya Muhammed”, sementara sosok lainnya membalas, “Assalamu’alaikum, saya Musa.”
Meski publik tersulut, redaksi LeMan bersikeras bahwa tidak ada niat menghina atau menggambarkan Nabi. Mereka menolak tuduhan itu mentah-mentah.
“Kartun ini ingin mengkritik penderitaan umat Muslim yang menjadi korban kekerasan Israel. Tak ada satu pun unsur penghinaan terhadap Nabi,” ujar mereka melalui pernyataan resmi.
Namun penolakan ini tak menghentikan badai yang telanjur bergulir. Penangkapan meluas, dan surat perintah penahanan untuk jajaran manajemen lainnya pun telah dikeluarkan.
Pemimpin redaksi LeMan, Tuncay Akgün, yang kini berada di Paris, menyatakan bahwa karyanya telah disalahartikan secara sengaja dan membandingkan situasi ini dengan insiden Charlie Hebdo di Prancis, yang berujung pada pembantaian belasan orang oleh militan pada 2015.
“Ini sangat mengkhawatirkan,” ujarnya pada AFP.
Di media sosial, perdebatan semakin sengit. Satu sisi menuntut penghormatan mutlak terhadap simbol keagamaan, sisi lain menuntut kebebasan berekspresi.
Kini, Turki berada di ujung tanduk antara menjaga nilai agama dan mempertahankan ruang kritik dalam demokrasi. LeMan, majalah satir yang dikenal nyeleneh, tengah menjadi pusat badai yang tak kunjung reda.
Editor: Banu Adikara
Sumber : jawapos.com