Masyarakat Lokal Harus Terlibat dan Menerima Manfaatnya
PALANGKA RAYA – Program transmigrasi yang dicanangkan pemerintah pusat untuk lima kabupaten di Provinsi Kalimantan Tengah menuai pro dan kontra. Lima kabupaten di Kalteng itu adalah Kapuas, Lamandau, Gunung Mas, Sukamara, dan Kotawaringin Barat.
Rencana penempatan transmigran di Kalteng ini menuai kekhawatiran dari Gerakan Pemuda Dayak (Gerdayak) Indonesia. Program transmigrasi bisa masuk ke Kalteng tapia da beberapa persyaratan yang harus diperhatikan.
Ketua Umum DPP Gerdayak Indonesia sekaligus Wakil Ketua II DAD Kalteng Yansen A Binti menyoroti potensi kerugian bagi masyarakat adat Dayak jika program transmigrasi ini berjalan tanpa melibatkan masyarakat lokal secara signifikan.
Ia khawatir arus transmigrasi yang besar akan menciptakan ketimpangan di daerah ini. Mengingat lemahnya status kepemilikan tanah masyarakat adat yang hanya mengandalkan surat keterangan adat. Berbeda dengan transmigran yang umumnya sudah diberi sertifikat tanah.
“Masyarakat setempat dari dia punya hak wilayah saja, status kepemilikan tanah saja masih belum kuat, palingan cuma ada surat keterangan adat dan sebagainya. Hal itu berbeda dengan punya trans. Mereka memiliki sertifikat dan status tanahnya kuat, sehingga hal itu menjadi suatu ketimpangan,” kata Yansen di Kantor Gerdayak, Kamis (17/7/2025)
Gerdayak mengusulkan agar transmigran tidak berkelompok, melainkan berbaur dengan masyarakat lokal. Yansen menyarankan agar pemerintah memprioritaskan relokasi lulusan sarjana lokal ke lokasi transmigrasi untuk mendorong perkembangan daerah.
“Sebenarnya pemerintah harus perhatikan anak-anak yang telah lulus sarjana yang saat ini sangat membutuhkan kerjaan. Kenapa tidak relokasi mereka saja ke daerah yang akan dijadikan lokasi transmigrasi tersebut agar anak-anak bisa berkembang,” jelasnya.
Meskipun program transmigrasi itu positif dalam mempersatukan NKRI, Yansen menekankan, bahwa hak asasi masyarakat daerah juga harus dihormati, dan pemerintah juga harus hadir supaya tidak terjadi konflik. Ia berharap program ini memberikan manfaat yang merata, bukan hanya bagi transmigran.
“Kita menerima para transmigrasi itu dengan syarat masyarakat lokal harus terlibat, dalam kawasan transmigrasi dan masyarakat luar itu juga harus membaur dengan masyarakat lokal,” tegasnya.
Menurut Yansen, Gerdayak bukan menolak transmigrasi. Tetapi minta agar jumlah transmigran dikontrol dan porsi masyarakat lokal lebih besar. Hal ini untuk memastikan masyarakat lokal juga mendapatkan manfaat seperti jaminan hidup, sertifikat tanah, dan lainnya.
Intinya, program transmigrasi harus menjadi milik bersama, dengan keterlibatan dan pembauran yang harmonis antara masyarakat lokal dan transmigran. Harapannya, pemerintah mendengar hal ini.
Sementara itu, seperti dikutip dari betang.tv, sejumlah ormas juga menolak program transmigrasi tahun 2025. Salah satunya dari Ormas Dayak Dewan Pimpinan Pusat Angkatan Penerus Perjuangan Gerakan Mandau Telawang Pancasila (DPP APP GMTPS) Kalteng.
Ketua Harian DPP APP GMTPS Petro BN Leiden mengatakan, penolakan tersebut merupakan bagian dari upaya masyarakat adat menjaga eksistensi, hak ulayat, serta keberlangsungan sosial-budaya mereka. “Kami menolak program transmigrasi yang berpotensi mengancam keseimbangan wilayah adat dan keberadaan kami sebagai masyarakat Dayak,” tegasnya, Rabu (16/7/2025).
Pria yang juga menjabat sebagai Ketua Harian DPP KWD Dusmala Nasional itu mengungkapkan, tanah Isen Mulang bukan tanah kosong, sehingga warga Dayak pun belum tentu bisa memiliki tanah seluas 2 hektare dan mendapat jaminan hidup 1 hingga 2 tahun.
“Jangan sampai transmigrasi bertentangan dengan budaya dan kearifan lokal tanah Isen Mulang. Masyarakat Dayak yang hidup di bawah angka kemiskinan masih banyak dan itu yang mestinya diperhatikan pemerintah,” tegasnya. “Tanah di Bumi Tambun Bungai bukan tanah kosong. Tanah ini merupakan warisan untuk anak cucu cicit kita di masa yang akan datang,” ungkapnya.
Seharusnya, menurut Petro, perlu mendatangkan ahli fisika, ahli pangan, ahli pertanian dan perkebunan, ahli kimia, ahli ilmu kedokteran, ahli komputer, ahli nuklir, ahli automobil dan ahli-ahli lainnya ke tanah Isen Mulang Bumi Pancasila. “Bukan transmigran,” tandasnya. (rdi/ens)