PALANGKA RAYA – Gubernur Kalimantan Tengah (Kalteng), H. Agustiar Sabran pada Rapat Koordinasi Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) Tahun 2025 bersama Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia, Hanif Faisol Nurofiq beberapa waktu lalu menjadi komitmen Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalteng dan Pemerintah Pusat dalam menghadapi tantangan Karhutla secara terencana, kolaboratif dan berbasis data.
Pada kesempatan tersebut, Menteri Hanif menegaskan, bahwa KLHK turut berperan aktif dalam penegakan hukum, pemulihan ekosistem, dan pengendalian kebakaran lahan non-hutan, termasuk peningkatan komunikasi publik terkait Karhutla.
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup, Kalteng memiliki luas wilayah ±15,3 juta hektare, dengan lahan gambut mencapai 4,67 juta hektare atau 30,44 persen dari total wilayah, tersebar di 12 Kabupaten/Kota. Kabupaten Katingan menjadi wilayah dengan lahan gambut terbesar, disusul Kapuas dan Kotawaringin Timur.
Selain itu, berdasarkan data BMKG, kemarau tahun ini bersifat normal, namun potensi kebakaran tetap tinggi, terutama di wilayah gambut.
Agustiar mengatakan, Kalteng menghadapi risiko tinggi karhutla, terutama di wilayah gambut seperti Pulang Pisau, Kapuas dan Kotawaringin Timur.
Ia mengingatkan pentingnya pembelajaran dari kejadian besar karhutla di tahun 2015 dan 2019. “Ini adalah alarm bagi kita semua. Deteksi dini, sinergi lintas sektor dan pemberdayaan masyarakat adalah harga mati,” tegas Agustiar.
Pemprov Kalteng telah mengeluarkan Perda No. 1 Tahun 2020 sebagai bentuk kompromi antara kearifan lokal dan perlindungan lingkungan. Perda ini mengizinkan pembakaran terbatas maksimal 1 ha/KK oleh masyarakat adat, di bawah pengawasan ketat.
Dalam upaya penanggulangan langsung, Agustiar memaparkan, telah dilakukan pemantauan udara menggunakan helikopter bersama Forkopimda di beberapa wilayah di Kalteng.
“Langkah ini dilakukan untuk memastikan kesiapan personel, memverifikasi titik api, serta menentukan prioritas penanganan,” ungkap Gubernur.
Lebih lanjut, memang ada pembakaran lahan di Kalteng, namun bukan di lahan gambut, yang rentan dan sulit dipadamkan, sesuai Perda Kalteng. Masyarakat juga biasanya membuka lahan mineral dengan metode tebas bakar dan pergiliran lahan.
Pembebasan lahan tersebut diperlukan oleh masyarakat guna membuka lahan pertanian demi ketahanan pangan.
“Pemprov Kalteng mengawasi hal ini agar masyarakat tidak melanggar Perda. Kami juga berkomitmen melakukan rehabilitasi hutan,” tutur Gubernur Agustiar. (ter/abe)