PALANGKA RAYA – Penanganan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) menghadapi tantangan besar akibat cuaca yang tidak menentu dan sulitnya akses ke lokasi kebakaran. Meski sejumlah wilayah telah memasuki musim kemarau sejak Juli, hujan masih berpotensi turun karena pengaruh dinamika atmosfer yang kompleks.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kalteng mencatat enam kejadian Karhutla terjadi hanya dalam sehari, dengan luas lahan terdampak mencapai 7,22 hektare. Titik-titik kebakaran tersebar di Kota Palangka Raya, Barito Selatan, Seruyan, dan Kapuas.
Kepala Pelaksana BPBD-PK Kalteng, Ahmad Toyib, menyebutkan, bahwa tidak semua kebakaran berhasil dipadamkan secara tuntas.
“Ada beberapa titik masih berasap karena tim kesulitan menjangkau lokasi. Jalan menuju area terbakar sangat terbatas bahkan tidak bisa dilalui kendaraan,” ungkapnya, Minggu (10/8/2025).
Kesulitan tersebut membuat pemadaman udara menjadi alternatif penting. Di Kapuas, helikopter water bombing jenis MI-8-MVT-1 dikerahkan dengan 26 kali penyiraman, membawa total 2.326 liter air. Namun, meski sudah dilakukan pemadaman dari udara, titik api masih menunjukkan asap aktif.
Sementara itu, patroli udara terus dilakukan Satgas Udara BNPB menggunakan helikopter AS365-N2 dan AS355-F2, menyisir kawasan rawan di Katingan, Kotawaringin Timur, Seruyan, Pulang Pisau, hingga Barito Selatan. Beberapa lokasi seperti Mantangai dan Karau Kuala dilaporkan masih berasap.
Tak hanya itu, upaya modifikasi cuaca (TMC) turut digencarkan. Pesawat Thrush S2R-T34 telah menabur 2.000 kg garam (NaCl) di langit Pulang Pisau, Katingan, Kapuas, dan Barito Utara. Namun, keberhasilan operasi ini sangat bergantung pada kondisi atmosfer saat penyemaian.
Di luar kebakaran hutan dan lahan, BPBD juga mencatat adanya kebakaran permukiman dalam dua hari terakhir di Katingan dan Barito Selatan. Enam rumah dan tujuh gedung walet dilaporkan hangus, menambah beban kerja tim darurat di lapangan.
Saat ini, status siaga darurat Karhutla masih diberlakukan di Kalteng, termasuk di Kota Palangka Raya, Kotawaringin Timur dan Kabupaten Sukamara.
“Kami terus berkoordinasi lintas instansi untuk pemadaman darat dan udara. Namun kondisi cuaca yang tidak stabil dan medan yang sulit menjadi tantangan utama,” terang Ahmad Toyib.
Menurut Prakirawan BMKG Kalteng, Ika Priti, meskipun musim kemarau sudah dimulai sejak Dasarian I Juli di sejumlah zona, potensi hujan masih tinggi.
“Terdapat daerah belokan angin dan konvergensi yang memperkuat pembentukan awan hujan, sehingga wilayah Kalteng masih diguyur hujan meski secara klimatologis telah memasuki musim kemarau,” jelasnya.
Ika menambahkan, kelembapan yang masih tinggi dan labilitas atmosfer yang kuat memperbesar potensi hujan lokal, yang bisa menjadi pedang bermata dua membantu pemadaman, tapi juga menyulitkan prediksi situasi Karhutla. (ifa/abe)
_