PALANGKA RAYA – Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (APTRINDO) Kalimantan Tengah (Kalteng) menyatakan penolakan keras terhadap Surat Keputusan Bersama (SKB) yang diterbitkan oleh Dirjen Kementerian Perhubungan, Kementerian PUPR, dan Ditlantas Polri. Terkait pembatasan angkutan barang pada periode Lebaran 1446 H. Kebijakan ini dijadwalkan mulai 24 Maret hingga 8 April 2025.
Ketua APTRINDO Kalteng, Hardianto Abednego, menyampaikan keprihatinannya terhadap dampak kebijakan ini, yang menurutnya berpotensi merugikan sektor logistik dan perekonomian daerah secara keseluruhan.
Ia menilai, bahwa pembatasan angkutan barang selama periode lebaran bisa mengguncang rantai pasokan, yang pada akhirnya dapat menghambat berbagai aktivitas usaha yang bergantung pada transportasi barang.
“Pembatasan yang diterapkan dalam waktu yang cukup panjang ini akan mengganggu rantai pasokan barang yang sangat vital bagi perekonomian daerah. Ini bisa menghambat usaha-usaha yang selama ini mengandalkan transportasi barang untuk memenuhi kebutuhan pasar, khususnya menjelang dan setelah lebaran,” ujar Hardianto, Senin (10/3/2025).
Hardianto juga menyoroti potensi dampak yang lebih besar pada pengusaha truk kecil dan menengah. Menurutnya, Lebaran adalah periode penting untuk meningkatkan pendapatan, dan pembatasan angkutan barang bisa menjadi ancaman serius bagi kelangsungan usaha mereka.
“Sebagian besar pengusaha truk kecil dan menengah mengandalkan periode Lebaran untuk meningkatkan pendapatan mereka. Jika pembatasan ini berlangsung lebih dari dua minggu, hal ini akan memberikan beban berat yang bisa mengancam kelangsungan usaha mereka,” tegasnya.
Sebagai alternatif, APTRINDO Kalteng mengusulkan solusi yang lebih ramah terhadap sektor transportasi tanpa mengabaikan aspek keselamatan. Hardianto menyarankan, agar pemerintah bisa mempertimbangkan pengaturan jadwal angkutan atau peningkatan pengawasan lalu lintas, ketimbang pembatasan total angkutan barang.
“Kami mendorong agar pemerintah mencari solusi yang tidak merugikan sektor transportasi, seperti pengaturan jadwal angkutan atau pengawasan lalu lintas yang tetap memperhatikan kenyamanan dan keselamatan masyarakat. Dengan begitu, dampaknya terhadap perekonomian dan kelangsungan usaha bisa diminimalkan,” ungkapnya.
APTRINDO Kalteng pun mengungkapkan kesiapan untuk membuka dialog dengan pemerintah serta pihak terkait lainnya untuk mencari jalan tengah yang saling menguntungkan. Mereka yakin bahwa dengan kebijakan yang bijaksana, keseimbangan antara kebutuhan transportasi dan perekonomian lokal dapat tercapai.
“Melalui kolaborasi dan kebijakan yang tepat, kami yakin kepentingan pengusaha dan masyarakat bisa berjalan beriringan, dan perekonomian lokal tetap terjaga,” tutup Hardianto. (ifa)