PALANGKA RAYA – Wakil Ketua I DPRD Kalteng H. Abdul Razak menyampaikan, rendahnya harga tandan buah segar (TBS) sawit di pasaran, diduga dampak dari pascaadanya kebijakan larangan ekspor minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) beserta turunannya, menjadi suatu konsekuensi yang lumrah.
Politisi Senior Partai Golkar Kalteng ini mengatakan bahwa pemerintah pusat, dinilai sudah sangat tepat mengeluarkan suatu kebijakan untuk melarang ekspor CPO beserta turunannya, sejak tanggal 28 April sampai 22 Mei 2022 lalu.
Pasalnya, mengingat Indonesia memiliki beberapa daerah penghasil sawit terbesar di dunia, dimana salah satunya adalah Kalimantan Tengah ini. Namun, ironinya harga minyak goreng justru mahal di pasaran.
“Menurut saya, ini merupakan langkah strategis presiden dan saya nilai sudah tepat. Tentunya hal itu untuk menjaga kestabilan harga dan pasokan minyak goreng dan harganya terjangkau dikalangan masyarakat menengah ke bawah. Untuk itu, kami sangat mendukung kebijakan tersebut, meski saya pribadi pun sedikit banyak juga merasakan imbas,” ungkap Wakil Ketua I DPRD Kalteng, belum lama ini.
Lebih lanjut, H. Abdul Razak menyampaikan bahwa pihaknya sangat mendukung adanya kebijakan pemerintah pusat tersebut. Sebab, tujuan kebijakan tersebut, tidak lain guna menjaga stabilitas pasokan dan harga minyak goreng di pasaran.
Kendati demikian, dirinya juga tetap memiliki suatu keyakinan, ketika nanti pasokan dan harga minyak goreng sudah stabil, maka perekonomian dari para pelaku usaha perkebunan sawit, terlebih para pelaku usaha perkebunan rakyat bisa berangsur pulih.
“Ya, saya hanya bisa berpesan seraya memberikan motivasi kepada seluruh pelaku usaha perkebunan, terlebih pelaku usaha perkebunan rakyat agar tetap menjalankan usaha perkebunan seperti biasanya. Mari kita bersama-sama mendukung upaya pemerintah pusat, dalam menjaga stabilitas pasokan, dan harga minyak goreng di pasaran,” pungkasnya. (rul/abe)