Luha Belanda Ekspresi Kebencian Terhadap Penjajah

Luha Belanda Ekspresi Kebencian Terhadap Penjajah
LUHA BELANDA: Topeng Belanda digunakan beberapa masyarakat saat mengikuti Festival Tarian Babukung di Kabupaten Lamandau. (FOTO: DOK.PE)

Mengenal Ritual Adat Tarian Babukung di Kabupaten Lamandau

Kekejaman penjajah Belanda terhadap masyarakat Dayak Tomun di Lamandau sepertinya tidak akan pernah dilupakan. Bentuk kebencian terhadap kompeni ini diekspresikan dalam Luka Belanda.

Suyanto, PALANGKA RAYA

PADA jaman penjajahan dulu, tentara Belanda ternyata sampai juga ke pedalaman Kabupaten Lamandau. Masyarakat Dayak Tomun merasakan betul betapa kejamnya penjajah Belanda. Masyarakat menentang kehadiran Belanda diberondong habis. Tidak sedikit para pejuang dari pedalaman Lamandau yang gugur demi mempertahankan tanah leluhurnya.

Para tua orang dulu sering bercerita bahwa penjajah Belanda itu kejam. Tak perikemanusiaan. Masyarakat yang tak menuruti kemauannya, apalagi melawan pasti disikat habis. Bentuk kebencian masyarakat Dayak Tomun terhadap penjajah itu digambarkan dalam bentuk Topeng Belanda.

Luha Belanda seringkali dipakai masyarakat saat melakukan penghiburan ketika seseorang dari Suku Dayak yang menganut agama Kaharingan ada yang meninggal dunia. Topeng Belanda bersama bukung-bukung yang lain akan datang untuk menari menghibur dan memberikan bantuan berupa uang, sembako, dan hewan ternak seperti babi atau ayam.

Tujuan dari Ritual Babukung ini selain memberikan hiburan kepada keluarga yang ditinggal salah satu keluarganya meninggal dunia juga untuk mengusir dan menyerap roh jahat di lingkungan sekitar agar tidak mengganggu perjalanan arwah orang yang meninggal.

Konon ritual ini tidak boleh dilakukan selain jika ada orang yang meninggal dunia. Jika larangn ini dilanggar maka akan mengundang mara bahaya. “Namun dalam festival Babukung ini tidak perlu harus ada orang yang meninggal. Karena sifatnya hiburan sekaligus menjaga tradisi Tarian Babukung,” kata Pj Bupati Lamandau Lilis Suriani belum lama ini.

Bagi masyarakat Suku Dayak Tomun, Ritual Tarian Babukung ini memiliki nilai historis dan spiritual yang sangat tinggi.  Karena Tarian Babukung merupakan peninggalan asli dari nenek moyang masyarakat Lamandau. Sampai sekarang ritual Tarian Babukung masih terjaga dan lestari.

Selain mengandung nilai kesenian tari, Babukung juga mengandung nilai kesenian topeng, tata busana, dan teater. Pada awalnya dulu topeng dan kostum yang dipakainya masih asli yang ada di alam sekitarnya. Seperti daun pisang dan dedaunan lainya.

Namun di era sekarang ini topeng dan busana yang dipakai sudah dimodifikasi menyesuaikan perkembangan zaman. “Kalau sejarahnya dulu topeng  dan busana yang dipakai memanfaatkan alam sekitarnya. Jadi masih asli, sekarang sudah menyesuaikan dengan perkembangan jaman,” kata Lilis.

Luha yang dipakai pun banyak variasinya. Seperti bentuk hewan, burung, kelelawar, kupu-kupu, owa-owa, naga dan topeng Belanda. Masing-masing topeng memiliki karakter dan makna dan perwujudan roh leluhur.

Misalnya Topeng Belanda yang mempunyai ciri khas hidung mancung, mukanya putih dan memakai topi khas kompeni. Luha Belanda ini memiliki makna bahwa pada zaman penjajahan dulu, ternyata Belanda juga menyerang masyarakat Dayak Tomun di daerah pedalaman. Dalam Festival Babukung ada beberapa desa yang memakai Luha Belannda.

Bagi masyarakat Dayak Tomun, luha dipercaya dapat berkomunikasi dengan leluhur dan mengusir roh jahat. Satu Luha yang dipercaya memiliki kekuatan paling besar yaitu Luha Bukung Kambe atau Luha Bukung Hantu.  Luha Bukung Kambe dipercaya mempunyai kekuatan dapat mengusir roh jahat pada upacara kematian. (habis)

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.