13 Desa Ditetapkan Calon Lokus Stunting Tahun 2025

13 Desa Ditetapkan Calon Lokus Stunting Tahun 2025
PENANDATANGANAN : Pj. Bupati Kobar, Budi Santosa menandatangani berita acara rembuk stunting didampingi oleh Sekretaris Daerah dan Ketua PKK Kobar. (FOTO : Diskominfo Kobar)

PANGKALAN BUN – Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) telah melewati 3 dari 8 aksi konvergensi penurunan stunting terintegrasi. Calon lokus stunting tahun 2025 yang menjadi perhatian pemerintah daerah, masyarakat maupun perusahaan swasta juga sudah ditetapkan.  

Pj. Bupati Kobar mengatakan, Kabupaten Kobar memiliki prevalensi stunting paling rendah di Provinsi Kalimantan Tengah bahkan di bawah nasional. Hal ini tentu membanggakan namun dirinya juga menekankan kepada perangkat daerah/skpd, pemerintahan kecamatan dan pemerintahan desa, tokoh masyarakat serta dunia usaha agar selalu menjaga koordinasi.

“Saya berharap kecamatan-kecamatan dapat selalu berkoordinasi dan silaturahmi ke perusahaan yang ada di Kabupaten Kobar untuk penanganan stunting ini,” ucapnya saat kegiatan Aksi 3 Rembuk Stunting di Aula Marundau Bappedalitbang, beberapa waktu lalu.

Pj. Bupati mengakui bahwa peran dan fungsi dari adanya perusahaan diharapkan dapat berpatisipasi membantu dan berkomitmen mengatasi masalah stunting yang ada di Kabupaten Kobar ini.

“Mohon kiranya turut membantu karena perusahaan-perusahaan ini mendapatkan hasil rejeki dari SDA di Kabupaten Kobar, maka diharapkan CSRnya bisa membantu asupan makanan kepada anak-anak stunting,” harapnya.

Berdasarkan paparan data oleh Sekretaris tim percepatan penurunan stunting Kabupaten Kobar, Agus Basrawiyanta menyebutkan, terdapat 3 Kecamatan yang terdiri dari 13 Desa menjadi calon lokus stunting tahun 2025. Diantaranya, yakni Kecamatan Arut Selatan (Desa Sidorejo, Madurejo, Sulung, Rangda, Runtu, Baru), Kecamatan Kumai ( Desa Sungai Cabang dan Sungai Bakau) dan Kecamatan Pangkalan Banteng (Desa P. Banteng, Sido Mulyo, Sungai Hijau, Sungai Bengkuang dan Mulya Jadi).

“Indikator mencolok keluarga beresiko stunting diantaranya adalah keluarga dengan pendidikan rendah dan ekonomi miskin. Kepala Desa diharapkan bisa memahami konsep keluarga beresiko stunting ini sehingga jangan sampai ada perbedaan data antara tim TPPS, Puskesmas ataupun Desa,” tukasnya. (fit/nur)

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.