
FOTO BERSAMA: Pihak Pusat Pengembangan IPTEK dan Inovasi Gambut Universitas Palangka Raya saat menggelar Dialog Update Karbon Kalteng 2025. (Foto: Hms UPR)
PALANGKA RAYA – Pusat Pengembangan IPTEK dan Inovasi Gambut (PPIIG) Universitas Palangka Raya (UPR) bersama para mitra pembangunan sukses menggelar Dialog Awal Tahun: Update Karbon Kalimantan Tengah (Kalteng) 2025.
Acara berlangsung di Executive Lounge, Lantai 7 Gedung PPIIG UPR ini dibuka secara resmi oleh Wakil Rektor UPR Bidang Umum dan Keuangan, Bapak Drs. Darmae Nasir, M.A., M.Sc., Ph.D
Dalam sambutannya, Dr. Darmae menekankan pentingnya peran lahan gambut di Kalteng.
“Lahan gambut tidak hanya sebagai penyimpan karbon terbesar, tetapi juga sebagai habitat bagi berbagai flora dan fauna endemik. Namun, kita juga harus menyadari bahwa lahan gambut sangat rentan terhadap kerusakan. Olehkarena itu, upaya pelestarian dan restorasi lahan gambut menjadi sangat penting untuk mencegah emisi gas rumah kaca dan melindungi keanekaragaman hayati,” ujarnya.
Direktur PPIIG UPR (Hendrik Segah, S.Hut., M.Si., Ph.D., IPU) selaku panitia penyelenggara menerangkan bahwa dialog sore ini bertujuan, untuk membahas perkembangan terkini program REDD+ di Kalteng dan persiapan menuju implementasi program Result-Based Payment (RBP) dari BPDLH pada tahun 2025-2026.
“Melalui diskusi dan dialog interaktif yang akan kita lakukan, diharapkan kita dapat bersama-sama merumuskan langkah-langkah strategis untuk mendukung keberhasilan program ini,” jelas Dr. Hendrik Segah.
Dialog yang berlangsung dalam suasana serius namun santai ini menghadirkan para narasumber dari berbagai institusi terkait, seperti BAPPERIDA Provinsi Kalimantan Tengah, Dinas Lingkungan Hidup, WWF Indonesia, Penabulu Foundation, Yayasan Borneo Institute (BIT).
Melalui diskusi panel yang interaktif, para peserta diajak untuk mendiskusikan berbagai isu terkini terkait pengelolaan karbon di Kalimantan Tengah, termasuk upaya-upaya yang telah dilakukan dan tantangan yang masih dihadapi.
“Melalui pengelolaan hutan dan lahan gambut yang berkelanjutan serta penghormatan terhadap hak-hak masyarakat adat, kita dapat terus berperan, sebagai benteng hijau dalam menghadapi perubahan iklim dan menjaga keanekaragaman hayati,” tambah Dr. Darmae.
Dialog ini sangat penting untuk meningkatkan pemahaman kita tentang isu perubahan iklim dan peran Kalimantan Tengah dalam upaya mitigasi. Kolaborasi antara akademisi, pemerintah dan masyarakat sipil sangat krusial untuk mencapai tujuan bersama,” ujarnya.
Okta Simon, selaku Pimpinan WWF-ID Kalteng, menyampaikan bahwa dialog ini diharapkan dapat menjadi titik awal untuk memperkuat kolaborasi dalam pengelolaan karbon di Kalteng.
“Dengan komitmen bersama, kita dapat berkontribusi secara signifikan dalam upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Kalimantan Tengah memiliki potensi besar dalam pengelolaan karbon, baik melalui hutan, lahan gambut maupun sektor lainnya. Dialog ini menjadi wadah untuk berbagi pengetahuan, pengalaman dan merumuskan langkah-langkah konkret ke depan,” jelas Okta Simon.
Dialog ini menjadi wadah bagi para pemangku kepentingan untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman, serta merumuskan langkah-langkah konkret dalam upaya pengelolaan karbon yang lebih baik di masa depan.
“Kita harapkan, hasil dari dialog ini dapat menjadi masukan bagi pemerintah dan berbagai pihak terkait dalam menyusun kebijakan dan program yang lebih efektif dalam mengatasi perubahan iklim,” imbuhnya. (hms)