Feature

Brigade Pangan Sebuah Harapan Lumbung Pangan Nusantara

40
×

Brigade Pangan Sebuah Harapan Lumbung Pangan Nusantara

Sebarkan artikel ini
PANEN : Brigde pangan panen di lahan OPLA dengan Alsintan bantuan dari Kementerian Pertanian, di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan.

MENURUT FAO pada tahun 2024 ada 864 jiwa yang menyandang kerawanan pangan dengan kerentanan keamanan pangan terjadi di daerah pedesaan pada negara-negara Asia. Hal tersebut membuka mata kita pada kompleksitas dan dinamika pencapaian ketahanan pangan, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Meskipun daerah perkotaan tampak lebih mapan, kesenjangan dan ketergantungan pada daerah pedesaan tetap menjadi isu penting untuk diangkat.

Pernyataan FAO tersebut bagaikan tamparan keras bagi negara-negara yang tengah berjuang membangun ketahanan pangan. Di satu sisi, kota-kota besar dengan gemerlapnya menawarkan ketersediaan pangan yang melimpah, daya beli yang lebih tinggi, dan akses layanan yang lebih baik. Namun, di balik itu, tersembunyi jurang ketimpangan yang menganga, di mana sebagian besar penduduk kota masih bergulat dengan kemiskinan dan kerawanan pangan. Sebuah ironi pada sejarah panjang negara agraris yang masih menghadapi tantangan serius dalam mewujudkan ketahanan pangan. Padahal, sektor pertanian pedesaan telah menjadi tulang punggung perekonomian bangsa selama berabad-abad.

Dalam perjalanan pembangunan, sektor pertanian pedesaan seringkali terpinggirkan. Modernisasi dan industrialisasi lebih banyak berpusat di perkotaan, sementara desa-desa dibiarkan berjuang dengan keterbatasan infrastruktur, teknologi, dan akses pasar. Akibatnya, generasi muda desa atau generasi milenial enggan meneruskan tradisi bertani. Mereka lebih memilih merantau ke kota, mencari pekerjaan yang dianggap lebih menjanjikan. Lahan-lahan subur pun semakin ditinggalkan, dan produksi pangan nasional pun terancam.

Kota-kota besar sangat bergantung pada pasokan pangan dari desa. Ketika desa mengalami gagal panen, bencana alam, atau krisis lainnya, rantai pasokan pangan pun terganggu. Harga-harga melambung, dan kerawanan pangan pun menghantui penduduk kota. Hal ini menunjukkan bahwa ketahanan pangan perkotaan tidak bisa dipisahkan dari ketahanan pangan pedesaan yang man keduanya saling terkait dan saling membutuhkan.

Ada sebuah lirik lagu karya dari penyanyi senior Titiek Puspa dengan judul Minah Gadis Dusun Lagu dengan kesederhanaan isi lagu tersebut melukiskan kontrasnya desa dan kota sangat relevan dengan runtutan tulisan kecil ini yang mana Minah terpesona gemerlapnya kota namun tetap setia pada desanya. Hal ini mengingatkan kita akan peran krusial pertanian desa sebagai tulang punggung pangan, dan perlunya keseimbangan pembangunan antara kota dan desa, serta menjadi pengingat bagi kota untuk menghargai desa. Sehingga mengarah pada membangun desa yang mandiri dan memperkuat keterkaitan desa-kota demi masa depan Indonesia yang lebih baik. Dengan demikian untuk mewujudkan ketahanan pangan yang kokoh, negara Indonesia perlu kembali ke pondasi awal terkecil yaitu desa. Dengan segala kompleksifitasnya dan dinamika yang ada, indoensia diharapkan mampu membangun pertanian pedesaan yang berkelanjutan. Dalam hal ini, selanjutnya pemerintah mempunyai tugas dan perlu memberikan perhatian lebih besar pada beberapa hal, seperti:

  • Memperkuat kelembagaan petani: Membentuk koperasi, kelompok tani; gapoktan yang kuat agar petani memiliki daya tawar yang lebih baik dengan memberikan bimtek dan pelatihan bagi petani.
  • Meningkatkan infrastruktur: Membangun jalan, irigasi, dan fasilitas penyimpanan yang memadai.
  • Memberikan akses teknologi dan modal: Membantu petani menerapkan teknologi modern dan memberikan pinjaman modal dengan bunga rendah.
  • Mendorong regenerasi petani: Memberikan insentif bagi generasi muda untuk terjun ke sektor pertanian.
  • Memperkuat hubungan antara daerah perkotaan dan pedesaan: dengan menguatkan sistem distribusi pangan yang lebih baik, dan juga dengan memfasilitasi kemitraan yang saling menguntungkan antara petani desa dan pelaku industri pangan yang ada di kota.

Dengan kata lain, sangat penting untuk menguatkan sistem distribusi pangan yang lebih baik, dan juga dengan memfasilitasi kemitraan yang saling menguntungkan antara petani desa dan pelaku industri pangan yang ada di kota. Namun, upaya ini tidak akan maksimal tanpa penguatan kelembagaan dan pemberdayaan petani yang tangguh. Kelembagaan petani yang kuat, seperti koperasi dan kelompok tani, berperan penting dalam meningkatkan daya tawar petani, memfasilitasi akses terhadap informasi dan teknologi, serta memperkuat jaringan pemasaran. Pemberdayaan petani melalui pelatihan, pendampingan, dan akses terhadap sumber daya juga menjadi kunci untuk meningkatkan kapasitas dan kemandirian petani. Dengan demikian, petani yang tangguh akan mampu menghadapi tantangan, beradaptasi dengan perubahan, dan berkontribusi secara optimal terhadap ketahanan pangan. Dengan langkah-langkah tersebut, Indonesia dapat mengatasi paradoks ketahanan pangan dan membangun masa depan yang lebih cerah bagi seluruh rakyatnya. Dengan membangun pertanian berbasis pedesaan yang kuat dan berkelanjutan, Indonesia akan mencapai ketahanan pangan yang berdampak pada meningkatnya kesejahteraan petani dan memperkuat perekonomian nasional.

Brigade Pangan

Pada saat ini pemerintah sedang menggalakkan program brigade pangan dengan spirit optimisme memperjuangkan pemenuhan ketahanan pangan dan swasembada pangan bagi Indonesia. Program Brigade Pangan (BP) diharapkan dapat menjadi katalisator percepatan tanam dan pada akhirnya mempercepat terwujudnya swasembada pangan di Indonesia. Dengan pendekatan yang lebih terstruktur dan terintegrasi diharapkan BP akan mengoptimalkan sumber daya dan teknologi untuk mencapai hasil yang lebih signifikan dalam waktu yang lebih singkat. Program ini menjadi bukti komitmen pemerintah untuk terus berinovasi dan mencari solusi terbaik dalam menjaga ketahanan pangan nasional. Dalam pelaksanaannya sinergitas dari pusat hingga ke daerah sangat diperlukan, tidak hanya pertanian tetapi juga melibatkan TNI/Polri, PUPR, Bank, Bulog, sampai petani sebagai penerima manfaat.

Program Brigade Pangan yang diluncurkan oleh Kementan merupakan langkah strategis pemerintah Indonesia untuk mencapai swasembada pangan nasional. Program ini berfokus pada peningkatan produktivitas pertanian melalui penerapan teknologi modern dan melibatkan generasi muda sebagai ujung tombak perubahan. Konsepnya menggabungkan pengelolaan lahan yang efisien dengan pengembangan ekosistem agribisnis yang melibatkan petani lokal.

Kriteria keanggotaan Brigade Pangan menekankan pada petani milenial dengan pendidikan minimal SD atau SLTA, memiliki karakter jujur, pantang menyerah, jiwa kewirausahaan, serta komitmen untuk bermitra dan meningkatkan produktivitas. Tahapan pendaftaran melibatkan pengajuan ke BPP melalui penyuluh pertanian, musyawarah pembentukan Brigade Pangan, penyiapan berkas persyaratan, dan pendaftaran melalui admin Simluhtan.

Dukungan pemerintah meliputi pelatihan, akses alat dan bahan pertanian, bantuan infrastruktur tata air, dan hibah alat mesin pertanian senilai Rp3 miliar. Potensi penghasilan Brigade Pangan menunjukkan proyeksi positif dengan potensi pendapatan mencapai Rp8,4 miliar per tahun dan keuntungan bersih Rp4,46 miliar, yang dapat memberikan potensi pendapatan sekitar Rp10 juta per bulan per petani. Dengan kombinasi teknologi modern, pemberdayaan generasi muda, dan dukungan lintas kementerian, Brigade Pangan diharapkan dapat membuka lembaran baru pertanian Indonesia yang lebih maju dan berkelanjutan.

Kendala Sebagai Tantangan

Brigade Pangan (BP) yang baru dibentuk menuai kritik karena kelembagaannya dianggap terlalu dini untuk mengelola alat mesin pertanian (alsintan) secara lengkap, padahal sudah ada kelompok tani dan gabungan kelompok tani (gapoktan) yang lebih dulu ada. Hal ini menjadi tantangan baru bagi penyuluh, sedangkan Brigade Pangan sendiri diharapkan bisa mandiri dan bertanggungjawab dalam pencatatan administrasi keuangan. Namun, realita di lapangan menunjukkan pembagian alat belum merata, memicu kecemburuan sosial. Di sinilah pentingnya peran aparat desa dan penyuluh terkait untuk mampu meredam konflik, mendorong kerjasama antar warga dan memastikan semua pihak yang bergerak di sektor pertanian dapat bersinergi. Jangan sampai BP yang diharapkan menjadi solusi, justru menimbulkan masalah baru.

Kendala teknis lainnya yang memperumit pelaksanaan program Brigade antara lain, seperti sosialisasi yang kurang optimal menyebabkan kebingungan dan kesalahpahaman di masyarakat. Kurangnya sumber daya manusia yang kompeten akan menghambat pengelolaan alsintan dan administrasi keuangan. Infrastruktur yang kurang memadai, seperti jalan dan irigasi, mengganggu operasional brigade dan kegiatan pertanian. Perubahan iklim yang tidak menentu menimbulkan risiko gagal panen. Terakhir, masalah pendataan penerima bantuan yang seringkali tidak tepat sasaran, menambah kerumitan dan berpotensi menimbulkan kecemburuan sosial. Kendala-kendala tersebut harus menjadi prioritas pemerintah dan pihak yang mendukung program BP, karena jika tidak segera diatasi dapat menggagalkan tujuan mulia program Brigade Pangan dalam meningkatkan kesejahteraan petani.

Sinergitas Pihak Berkepentingan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sinergi adalah kegiatan atau operasi gabungan; daya kerja gabungan, sedangkan dalam konteks pertanian, sinergi dapat diartikan sebagai suatu proses kolaborasi antara berbagai pihak yang terlibat dalam sektor pertanian untuk mencapai tujuan bersama yang lebih besar. Konsep sinergi ini dapat diilustrasikan dengan perumpamaan sapu lidi. Sebatang lidi tidak akan efektif untuk membersihkan halaman, namun jika lidi-lidi tersebut diikat menjadi satu, maka akan tercipta sapu yang kuat dan mampu membersihkan halaman dengan cepat dan efisien.

Sinergi dalam program pertanian juga melibatkan pemberdayaan Masyarakat, yaitu petani yang merupakan aktor utama dalam pembangunan pertanian. Oleh karena itu, sinergi program pertanian harus melibatkan partisipasi aktif masyarakat dalam setiap tahapan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi. Dengan melibatkan masyarakat, program pertanian akan lebih sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Dalam pelaksanaannya, sinergi program pertanian dapat diwujudkan melalui berbagai cara, seperti pembentukan kelompok tani, pengembangan kemitraan antara petani dengan pihak swasta, serta peningkatan kapasitas sumber daya manusia melalui pelatihan dan pendampingan. Dengan sinergi yang kuat, program pertanian akan mampu mencapai tujuan yang lebih besar, seperti peningkatan produksi dan produktivitas pertanian, peningkatan pendapatan petani, serta ketahanan pangan. Komunikasi yang efektif, baik yang berorientasi pada sumber maupun penerima pesan, memastikan bahwa informasi terkait BP tersampaikan dengan jelas dan dipahami oleh semua pihak terkait, seperti petani, pemerintah daerah, penyuluh pertanian, dan pihak swasta. Komunikasi yang baik akan mendorong partisipasi aktif dari semua pihak dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program yang berlangsung. Koordinasi yang baik antar stakeholder sangat penting untuk menyelaraskan berbagai kegiatan dan sumber daya yang diperlukan dalam pelaksanaan program BP. Koordinasi yang efektif akan memastikan bahwa semua komponen, seperti penyediaan benih unggul, pupuk, irigasi, dan teknologi pertanian, berjalan secara terpadu dan efisien.

Stakeholder sebagai pihak yang memiliki kepentingan baik langsung maupun tidak  terhadap eksistensi atau aktivitas sebuah organisasi yang mana memegang peranan penting dalam pengembangan lahan hijau. Sinergitas antar stakeholder diperlukan untuk membentuk kesepakatan yang mengakomodasi seluruh kepentingan yang terlibat. Sinergi ini merupakan perpaduan peran dari berbagai stakeholder, baik dari pemerintah maupun non-pemerintah, yang terlibat dalam program BP.

Sinergi merupakan kunci utama keberhasilan program BP berjalan dengan baik yang mana menunjukkan bahwa eseorang dapat menjalankan perannya. Keberhasilan dalam pengelolaan pertanian berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tidak terlepas dari peran para stakeholder yang bekerja sama, bersinergi, dan berkolaborasi. Dalam hal ini, semua pihak yang terlibat memposisikan dirinya sama atau sesuai dengan perannya masing-masing, saling menghormat, saling menghargai, saling menguatkan dan saling memotivasi sehingga diharapkan tidak terjadi masalah atau konflik di kemudian hari.

Kementerian Pertanian (Kementan) menjalin sinergi yang erat dengan berbagai pemangku kepentingan untuk mendukung program swasembada pangan. Sinergi ini melibatkan berbagai pihak, mulai dari TNI dan Polri yang berperan dalam pengamanan dan pendampingan, perbankan yang menyediakan dukungan pembiayaan, sektor swasta yang berkontribusi dalam inovasi dan teknologi, hingga gabungan kelompok tani (gapoktan) dan kelompok tani (poktan) yang menjadi ujung tombak di lapangan. Kolaborasi yang solid antar berbagai pihak ini menjadi kunci keberhasilan program ketahanan pangan ini.

Dengan demikian sinergi menjadi kunci keberhasilan program pembangunan pertanian, khususnya dalam konteks ketahanan pangan dan pemberdayaan masyarakat. Program Brigade Pangan adalah bukti nyata bahwa dengan kolaborasi yang baik, tujuan-tujuan besar dapat dicapai. Penting untuk terus menjaga dan meningkatkan sinergi antar stakeholder agar program-program pertanian dapat berjalan secara efektif dan memberikan manfaat yang berkelanjutan bagi masyarakat.

Kebijakan dan pembangunan pertanian harus berorientasi pada peningkatan produktivitas dan kesejahteraan petani. Brigade Pangan hadir sebagai salah satu solusi konkret, mengintegrasikan berbagai elemen penting: pemberdayaan petani, pemanfaatan teknologi, dan sinergi lintas sektor. Program ini bukan sekadar bantuan sesaat, melainkan investasi jangka panjang untuk membangun ketahanan pangan nasional. Pemerintah perlu memastikan bahwa Brigade Pangan didukung dengan kebijakan yang berkelanjutan, mulai dari akses modal, pelatihan, hingga jaminan pasar. Dengan demikian, Brigade Pangan dapat menjadi motor penggerak pembangunan pertanian yang inklusif bersinergi dan berkelanjutan.

Program Brigade Pangan ini merupakan langkah nyata dalam mendukung ketahanan pangan nasional. Dengan memberdayakan dan melibatkan generasi muda dalam sektor pertanian, diharapkan program ini dapat meningkatkan produksi pangan di Indonesia. Mereka tidak hanya dilibatkan dalam proses produksi pangan, tetapi juga diberikan pelatihan dan pendampingan yang komprehensif. Keterlibatan petani milenial dalam program ini juga memberikan kontribusi positif terhadap ketahanan pangan daerah. Hal ini merupakan langkah penting untuk mengatasi krisis regenerasi petani yang semakin mengkhawatirkan. Dengan melibatkan generasi muda, program ini berupaya menumbuhkan minat dan kecintaan terhadap pertanian, sekaligus memberikan mereka pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk menjadi petani modern.

Program Brigade Pangan adalah contoh nyata dari sinergi yang efektif antara berbagai pihak termasuk pemerintah, petani dan generasi muda. Sinergi ini menjadi kunci keberhasilan program dalam mencapai peningkatan produksi pangan dan meregenerasi petani. Pada akhirnya, program ini berkontribusi signifikan terhadap ketahanan pangan nasional yang mana menjadi sebuah isu strategis dan perhatian utama pemerintah.

Sebagai penutup pada tulisan ini Brigade Pangan bukanlah sekadar program melainkan sebuah gerakan nyata yang membuktikan bahwa dengan sinergi dan kolaborasi, kita mampu mengatasi tantangan ketahanan pangan. Mari kita dukung dan perkuat program ini, jadikan sebagai inspirasi yang mengedepankan semangat gotong royong dan inovasi, sehingga swasembada pangan bukanlah mimpi semata, melainkan keniscayaan yang akan segera terwujud.

Penulis adalah Mahasiswa S2 Magister Ekonomi Pertanian Universitas Lambung Mangkurat, Imam Bayu Priyatno, Septia Hayati, Hasan Azhari, dan Qori Hafiza yang mengutip dari referensi berbagai sumber.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *