Menjelajahi Kota Mekkah Selalu Ada yang Baru
Seandainya penduduk Thaif menerima kehadiran Nabi Muhammad SAW, niscaya Nabi SAW akan hijrah ke kota itu. Kenapa mereka menolak? Ada apa dengan Thaif?
SUYANTO, Palangka Raya
THAIF menjadi kota terbesar ketiga setelah Mekkah dan Madinah. Kota ini berada sekitar 75 mil dari Mekkah. Penduduk Kota Thaif sebagian besar keturunan Bani Tsaqif dan Quraisy. Kota ini erat kaitannya dengan penyebaran Agama Islam di tanah Arab. Karena Nabi Muhammad SAW pernah mendatangi kota itu untuk berdakwah.
Di Kota Thaif ini juga menjadi salah satu tujuan perdagangan Nabi Muhammad SAW sekaligus menyebarkan agama Allah SWT. Bahkan Nabi SAW pertama kali ingin hijrah bukan ke Madinah. Melainkan ke Kota Thaif.
Kehadiran Nabi Muhammad SAW ke Thaif justru mendapat penolakan yang lebih besar dari pada di Mekkah. Mereka menghina Nabi Muhammad SAW dan melempari dengan batu. Sahabat Nabi SAW, Zaid bin Haritsah, berusaha keras untuk melindungi. Namun Nabi SAW tetap terkena lemparan batu sampai berdarah-darah. Penolakan penduduk Thaif atas kedatangan Nabi Muhammad SAW karena provokator petinggi kaum Quraisy.
Setelah penolakan itu, Rasulullah bersama sahabatnya Zaid, kemudian beristirahat di bawah pohon kurma. Selama beristirahan itu, tiba-tiba dari atas bukit, sebuah batu besar bergoyang akan menggelinding ke bawah, tepat di tempat Rasulullah beristirahat.
Allah SAW mengutus Malaikat Jibril agar mengganjal batu besar itu dengan dua batu supaya tidak menggelinding ke bawah. Atas pertolongan Allah SWT, batu itu tidak jadi menggelinding. “Sampai sekarang batu besar yang diganjal dua batu kecil masih ada. Berada persis di pinggiran jalan antara Mekkah dan Thaif,” kata Abdu Jalil yang menemani wartawan koran ini saat mengunjungi Thaif belum lama ini.
Meskipun mendapat penolakan, bahkan dilempari batu sampai berdarah-darah, Nabi Muhammad SAW dengan kasabarannya tetap mendoakan penduduk Kota Thaif agar beriman kepada Allah SAW. “Ya Allah berilah petunjuk kepada masyarakat Thaif. Sesunggunya perilaku yang kelewat batas itu karena ketidaktahuan mereka. Belum datang petunjuk kepada mereka,” ungkapnya.
Kota Thaif kini berbeda dengan zaman dulu. Tanahnya subur makmur. Banyak tumbuh buah-buahan dan sayur-sayuran. Bahkan sebagian besar kebutuhan buah-buahan dan sayur-sayuran seperti mentimun, pisang dan lainnya di Kota Mekkah banyak disuplai dari Thaif. “Buah-buahan dan sayuran ini dari Thaif,” kata Abdul Jalil.
Thaif tidak hanya memiliki tanah datar yang subur, kini Thaif juga dikembangkan menjadi daerah wisata bagi jemaah haji dan umrah. Pemerintah setempat membangun beberapa objek wisata dengan fasilitas yang menantang.
Seperti kereta gantung, dengan mamanfaatkan ketinggian pegunungan di daerah itu. Dari dataran yang paling tinggi itu dibuat kereta gantung ke bawah. Diperkirakan ketinggian mencapai 2.000 sampai 2.500-an meter. Untuk bisa naik kereta gantung harus antre yang cukup panjang dan lama. Sayangnya penulis tidak tahu persis berapa biaya naik kereta gantung karena termasuk salah satu paket umrah.
Kereta gantung itu meluncur ke bawah. Satu kereta gantung berisi 6 sampai 8 orang. Sampai di dataran yang paling rendah, pengunjung sudah disambut dengan kafe-kafe yang menyediakan berbagai makanan. Seperti bakso, kopi, es krim dan lainya. Masjid juga tersedia di tempat itu.
Di Thaif, Kerajaan Arab Saudi juga sudah menyiapkan arena bermain. Namanya tobogan. Kendaraan ini berjalan di atas rel yang dikendalikan dengan mesin. Di tobogan itu dilengkapi dengan remnya untuk mengendalikan kecepatannya.
Sekali naik toboggan, pengunjung harus mengeluakan gocek 40 real atau setara dengan Rp 200 ribu. Lama perjalanan menaiki tobogan hanya sekitar 15 sampai 20 menit. Tobogan meluncur ke atas bukit, berkelok-kelok kemduian meluncur ke bawah lagi.
Usai berwisata di dataran yang paling bawah, naik tobogan dan menikmati berbagai kuliner. Pengunjung harus kembali lagi ke atas bukit. Juga menaiki kereta gantung. Karena parkir kendaraan berada di dataran tinggi itu. (*)