Feature

Tempat Dianggap Akhir, Padahal Awal Baru Dimulai

278
×

Tempat Dianggap Akhir, Padahal Awal Baru Dimulai

Sebarkan artikel ini
Tempat Dianggap Akhir, Padahal Awal Baru Dimulai
PASKAH DI MAKAM: Suasana Paskah di kompleks pemakaman di Desa Saka Pinang, Kecamatan Kapuas Hilir, Kabupaten Kapuas, Minggu (20/4/2025) subuh. FOTO CEN/PALANGKA EKSPRES

Melihat Tadisi Paskah di Makam Desa Saka Pinang

Subuh belum benar-benar menyingsing. Suara langkah kaki terdengar lirih menyusuri jalan setapak yang berujung di kompleks pemakaman kecil di pinggiran Desa Saka Pinang. Di bawah cahaya lilin, mereka berkumpul bukan di gereja. Melainkan di tempat peristirahatan terakhir sanak keluarga leluhur mereka.

Vinsensius, KUALA KAPUAS

KOMPLEKS kuburan desa mendadak menjadi altar sakral pada subuh Paskah itu. Di tempat lain, orang berkumpul di bangku gereja, bernyanyi dan mendengarkan khotbah. Di Saka Pinang, Kecamatan Kapuas Hilir, Kabupaten Kapuas, jemaat justru memilih berkumpul di tengah-tengah makam.

Bukan untuk meratap, tetapi untuk merayakan. Bukan untuk mengenang duka, melainkan menyambut harapan baru.

Sudah bertahun-tahun, umat Nasrani di Saka Pinang merayakan Paskah di kuburan. Sebuah tradisi yang berakar dari keyakinan bahwa Paskah bukan hanya tentang kebangkitan Yesus, tetapi juga pengharapan atas hidup kekal.

“Di sinilah kami diingatkan bahwa maut bukan akhir,” kata Sri Fatmawati, salah satu jemaat yang hadir di pemakanan itu saat dibincangi, Minggu (20/4/2025) subuh itu.

Hampir ratusan orang duduk bersila di tanah. Beralaskan tikar dan lainnya. Di depan mereka, salib kecil berdiri di antara nisan. Lilin-lilin menyala, menggantikan cahaya matahari yang belum datang.

Lantunan lagu pujian terdengar lirih namun penuh penghayatan dalam ritual kebaktian singkat ala Gereja Kalimantan Evangelis (GKE). Berpadu dengan suara alam, gesekan dedaunan, dan sesekali suara jangkrik.

Di tengah dinginnya hembusan angin subuh itu, pukul 04.00 WIB, warga tempak tersebar ke setiap makam keluarga mereka. Sambil bercengkerama sesama mereka. Juga meletakan bunga. Sanak keluarga yang datang dari berbagai keyakinan berdoa di masing-masing makam keluarga. Mereka ada yang datang dari luar daerah Kapuas.

Tak sedikit juga yang duduk tenang sambil berbicara pelan, seolah sedang berbincang dengan orang terkasih yang telah tiada. “Ini bukan ziarah duka,” ujar Sri Fatmawati, seorang ibu paruh baya yang datang bersama anak cucunya.

“Ini kami datang untuk menyampaikan kabar gembira: Yesus telah bangkit, dan kami pun akan hidup bersama Dia suatu saat nanti,” ucapnya.

Paskah di kuburan menjadi pengingat bahwa kematian tidak menakutkan. Bahwa hidup bukan sekadar untuk dunia sekarang, tapi juga untuk kehidupan yang kekal.

Bagi warga Saka Pinang, tradisi Paskah di makam bukan ritual mistis. Melainkan bentuk paling nyata dari pengharapan iman. Tidak ada nuansa horor, justru sebaliknya—suasana penuh kehangatan dan harapan. Anak-anak pun terbiasa ikut serta, tanpa rasa takut.

“Saya dulu waktu kecil juga dibawa ke makam setiap Paskah. Sekarang saya bawa anak cucu saya,” katanya sembari menambahkan bahwa itulah cara mereka mendekatkan diri kepada keluarga yang sudah berpulang kepada Bapak di surga.

Setelah ibadah singkat dan tabur bunga, warga kembali ke rumah masing-masing. Yang menarik, walau perayaan ini bersifat religius, warga non-Kristen justru turut datang mengunjungi keluarga mereka yang telah beristirahat abadi.

Saka Pinang bukan desa besar. Namun, tradisi Paskah di kuburan menjadi semacam jangkar spiritual, yang meneguhkan bahwa di tengah segala kesulitan, iman tetap bisa tumbuh.

Bagi mereka, merayakan Paskah bukan hanya tentang mengenang kebangkitan Kristus, tetapi juga tentang kebangkitan hidup. Semangat untuk bangkit dari kehilangan arah.

Ketika cahaya matahari akhirnya menyentuh puncak-puncak pohon karet dan nisan-nisan mulai berkilau diterpa sinar, para jemaat pun mulai beranjak pulang. Lilin-lilin dibiarkan tetap menyala hingga padam sendiri, sebagai simbol bahwa terang kasih Allah akan terus membimbing langkah mereka, bahkan ketika tak ada lagi yang melihat.

Di antara sunyi dan sepi kuburan, Saka Pinang justru menghadirkan sebuah pesan yang kuat, bahwa Paskah adalah tentang kehidupan, bahkan di tengah kematian. Dari tempat yang dianggap akhir itulah, sebuah awal yang baru dimulai. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *