Ziarah ke Makam Rasulullah di Masjid Nabawi Madinah
Pemerintah Arab Saudi menyediakan tempat-tempat santai dan kafe di sekitar Masjid Nabwi. Kerajaan Arab itu menikmati nongkrong sambil ngopi di kafe menjadi gaya hidup baru.
Suyanto, PALANGKA RAYA
BEBERAPA tahun lalu ketika penulis memerankan umrah backpacker, sangat sulit menemukan tempat santai apalagi kafe di sekitaran di Masjid Nabawi. Saat ini cukup banyak Box kafe yang menyediakan makanan khas dari beberapa negara dan minuman seperti Kopi.
Pemerintah Arab Saudi menyadari kafe dan resto seolah-olah merupakan bagian kehidupan manusia. Nongkrong di kafe sambil menunggu waktu salat tiba, sepertinya menjadi kegemaran baru sebagian besar jemaah umrah dari berbagai dunia.
Itulah sebabnya Pemerintahan Arab Saudi membangun tempat-tempat santai dan kafe di sekitaran Masjid Nabawi. Lurus pintu utama Masjid Nabawi nomor 33, dulunya hanya bebatuan dan masih sepi. Bukit bebatuan itu sudah rata untuk hotel dan dibangun box kafe- box kafe di sepanjang jalan.
Pemerintah juga menyedikan meja kursi di pinggiran jalan. Fungsinya setelah jamaah belanja atau pesan makanan dan minuman di kafe-kafe, makanannya di meja kursi yang berada di depan box. Di meja-meja itu berbaur jemaah umroh dari berbagai penjuru dunia. Kebetulan penulis satu meja dengan keluarga dan jamaah dari Riyad.
Setelah perkenalan basa-basi jemaah dari Riyad seorang ibu dan anaknya, mengaku sangat suka Indonesia. Tak lama kemudian ibu yang tidak diketahui namanya tiba-tiba menyodori makanan kebab dari India. Penulis pun bergantian menawari makanan khas Indonesia Onde-onde dan hamburger. Kami pun makan sama-sama.
Di sepanjang jalan lurus pintu utama Masjid Nabawi tersedia banyak kafe. Makanannya pun terdiri dari berbagai dunia. Seafood China, Kebab Turki, makanan India dan masih banyak lagi makanan dari negara lain. Bakso makan China tapi lebih populer di Indonesia hampir selalu ada. Penjualnya pasti orang indonesia.
Di kafe-kafe itu juga menyediakan minuman kekinian yang banyak disukai anak-anak muda. Kopi es seperti menjadi favorit hampir seluruh jamaah. Kopi sasetan Kapal Api juga ada di kafe itu. Harganya tidak terlalu. Satu kopi Kapal Api harganya 10 real atau setara Rp 45 ribu. Keliatan memang mahal jika dibandingkan Kopi Sasetan di Indonesia hanya Rp 5 ribu. Tapi sebetulnya tidak mahal. Mata uang Indonesia saja yang lemah terhadap beberapa mata uang lainya.
Satu botol air mineral 600 Mili, beberapa tahun lalu dijual 1 real. Sekarang pun masih tetap dijual 1 real. Namun jika dirupiahkan terlihat mahal, karena 1 real sama dengan Rp 4 ribu atau Rp 5 ribu. Begitu juga dengan harga Bakso. Dulu satu mangkok bakso dijual 10 real. Satu real setara dengan Ro 2500. Sekarang pun masih dijual 10 real. Di tempat-tempat tertentu ada yang menjual 20 satu mangkok asli. Jika dirupiahkan bisa jadi, tidak jadi membeli karena merasa mahal.
Di beberapa buah kafe itu ada satu kafe yang cukup menarik. Kafe itu menyediakan makanan atau kue khas Malaysia. Kafe itu juga disebut Kafe Malaysia. Karena merasa penasaran penulis mendatangi kafe dan menanyakan makanan khas Malaysia. Penulis Kaget bukan kepalang. Di kafe box Malaysia justru menjual onde-onde dan klepon yang menjadi makanan khas Indonesia.
“Dari Malaysia,” tanya saya. “Bukan.Saya dari Indonesia,” jawab penjual Onde-onde. Saya merasa yakin bahwa Kafe itu memang Kafe Malaysia. Pelayannya juga orang Malaysia. Makanan yang dijual baru khas Indonesia. Dari logat bahasanya medok banget Mak Ciknya. Akhirnya saya membeli satu bungkus onde-onde isi lima dengan harga 25 real.
Di jalan yang lebar dan bersih itu Pemerintah Arab Saudi juga menyediakan Bingkai Foto. Jemaah umrah bisa mengambil foto di dalam bingkai itu dengan latar belakang Masjid Nabawi. Berdasarkan pengamatan penulis, yang memanfaatkan pembingkaian untuk berfoto itu sebagian besar jemaah Indonesia. Memang jemaah Indonesia terkenal hobi foto-foto. (*)